Tuesday 29 December 2015

Upaya peningkatan kualitas riset sebagai basis dalam proses produksi

Upaya peningkatan kualitas riset sebagai basis dalam proses produksi. Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia mempunyai arti kapasitas untuk memutuskan tanpa mencari bantuan keluar terhadap posisi-posisi yang telah disepakati dan terutama yang berkenaan tentang kedaulatan dan mempertahankan kepentingan-kepentingan vital, juga untuk mengembangkan dalam bidang ekonomi atau untuk meningkatkan kemakmuran sehingga terjadi apa yang dinamakan baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Indonesia pada awal kemerdekaan telah dirancang sedemikian rupa oleh pemuka-pemuka bangsa pada saat itu yang kemudian dilanjutkan oleh orde baru kemudian orde transisi sampai sekarang ini. Sulit untuk mengatakan dengan data-data saat ini yang ada, mau dibawa kemana negara ini.
Perlu kiranya dalam waktu dekat ini ada seseorang ataupun sekelompok orang yang membuat Grand Design untuk negeri ini dan dituangkan menjadi Grand Pattern yang akan disepakati oleh semua orang yang memimpin negeri ini sampai akhir zaman nanti.
Karena masalah swasembada pangan, ataupun swa-swa yang lainnya itu, yang mana telah dicanangkan oleh presiden Republik Indonesia pertama Ir. Sukarno masih menjadi pekerjaan rumah kita sekarang ini.
Kita juga masih ingat pembangunan lima tahun sampai dengan era lepas landas itu pada masa orde baru telah meninggalkan begitu kolosalnya utang luar negeri kita, sehingga menyebabkan kita terpuruk dalam kondisi krisis saat ini. Apanya yang tinggal landas?
Orde transisi, orde reformasi? Masih jauh, kiranya kita bisa menilai bahwa kita sudah mulai melenceng dari agenda reformasi itu.
Seperti dapat kita sinyalir bersama bahwa adanya peningkatan kecenderungan memudarnya semangat reformasi yang antara lain diperlihatkan oleh semakin meluasnya KKN, mengemukakan kepentingan kelompok ketimbang kepentingan nasional, penegakan hokum yang tidak kunjung membaik dan sebagainya. Berkaitan dengan itu kita sebagai salah satu komponen stretegis bangsa untuk melakukan
upaya-upaya revitalisasi spirit reformasi yang dimulai dengan malakukan evaluasi diri terhadap peran masing-masing terutama kemandirian kita dalam mengembangkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya aplikasi-aplikasi dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dan kami lebih setuju jika sekarang ini sebut saja orde transisi.

GLOBALISASI ATAU REGIONALISASI?
Globalisasi mempunyai konotasi negative jika kita tidak siap untuk menyongsong era tersebut. Karena kita hanya bisa membayangkan tanpa bisa meng-aktulisasikan dilapangan, misalnya saja kita khawatir jika tiba-tiba di lingkungan RT/RW kita berdatangan dokter-dokter spesialis dari luar membuka praktek disini. Walau prizing masih ada sedikit kendala pelahan tetapi pasti Indonesia menuju level tersebut, maka dengan melihat dan pengalaman kami sendiri, rasanya sebagai pasien khususnya untuk dokter-dokter gynecolog dan pediatry lebih puas diperiksa dokter2 luar tersebut bisa jadi lebih profesional, bisa jadi lebih teliti, bisa jadi lebih acqueillance. Tentu ini akan merisaukan dokter-dokter spesialis kita.
Ternyata kalau kita simak lebih teliti maka era globalisasi ini yang terjadi pada kenyataannya adalah regionalisasi. Asia dengan Asia Pasifik-nya. Eropa dengan negara sengen-nya. Jepang dengan privilege relationship dengan Asia Pasifik, Afrika, dan Timur Tengah-nya. Amerika dengan negara-negara Teluk dan Timur. Cina mulai menggeliat mencari partner regional-nya. Timur Tengah dengan nasionalis arab-nya.
Pada saat pemerintah Spanyol memutuskan untuk membeli jagung dari Amerika Serikat maka peristiwa ini menjadi skandal di level Eropa. Ketika Perancis mengalami surplus daging maka Amerika Serikat berjaga-jaga dengan issue dumping. Ketika Eropa surplus produksi susu bahkan sampai sekarang (sudah lebih dari 10 tahun) tidak menjadikan belahan dunia yang sedang berkembang mendapatkan manfaat dari overproduction ini bahkan aksi sosial bunda Theresa di negara-negara yang sedang berkembang yang notabene melarat ini yang didapat adalah susu-susu kaleng yang sudah bulukan (karena kedaluarsa).
Pertentangan horizontal rupanya bukan milik Indonesia saja, antara nelayan-nelayan Canada dan Perancis berebut lahan untuk mencari ikan. Terkadang berkembang kepada masalah politik.
Semua ini merupakan gambaran betapa konflik kepentingan menjadi urutan teratas dari semua kekisruhan didunia ini belum lagi masalah Palestina, Amerika cote a cote Israel untuk meng-eksterminasi Palestina yang multietnik dan multi agama tersebut. Ditambah lagi bom Bali yang menghebohkan itu ternyata konon kabarnya menyeberkan radiasi sinar gamma dimana sinar ini tidak terdeteksi oleh geiger detector, jadi apakah bom tsb micro-nuclear yang tercanggih saat ini?
Gambaran lain dari semua yang tersirat diatas tadi adalah regionalisasi dari semangat hegemoni dari kekuatan-kekuatan besar didunia ini terus berlangsung. Lalu bagaimana Indonesia dengan 220 juta penduduknya? Harus kita akui bahwa selama ini bahkan sejak republik ini dideklarasikan kemerdekaannya kita sangat tergantung pada pihak luar.
Untuk membuat tempe saja di Indonesia yang mana kedelainya pun masih import dari Amerika dulu. Ini sudah berlangsung cukup lama dan rupanya dengan kondisi ini kita sudah pada tahapan customize.
Ada yg salah didalam otak kita jika di amerika bisa lebih competitive di bidang ini. Aspect teknologi? Sudah lebih dari limapuluh tahun kita membangun tetapi unsur teknologi pembudidayaan kacang kedelai masih saja kedodoran?
Seperti yang kami sitir dalam mukadimah paper ini bahwa tiada arti sebuah kemerdekaan jika ketergantungan kita terhadap pihak luar cukup tinggi. Bahkan menentukan kebijakan yang sangat detail-pun harus meminta pendapat, saran dari IMF. Kebijakan bea import gula, kebijakan hair cut untuk UKM, lebih jauh lagi kebijakan-kebijakan yang sangat strategis juga harus se-izin IMF. Rekapitalisasi bank yang bernama BCA masih hangat dalam ingatan kita. BCA telah menyedot dana BLBI sebesar 50 s/d 60 trilyun-an rupiah, oleh IMF saham BCA tsb harus dijual kepada pihak luar, sekaligus kepemilikannya (karena saham yang dijual lebih dari 50%) dengan harga 6 s/d 7 trilyun rupiah! Skandal besar! Entoh Executive dan Legislative kita saat ini merestui tindakan IMF tadi.
Ujung-ujungan-nya adalah rakyat lagi yang harus membayar selisih tersebut (50-7) trilyun rupiah.
Euphoria kebebasan berdemokrasi telah menghancurkan sendi-sendi demokrasi itu sendiri. Kita sudah kebablasan. Agenda reformasi harus jelas, rinci dan target yang harus dicapai pada waktu yang precise hendaknya menjadi concern kita disini.
Masyarakat kita telah lama menunggu dengan penuh harap dan cemas kapan reformasi berpihak kepadanya dan membuahkan hasil-hasil yang konkrit.

UPAYA PEMBERDAYAAN RISET BERBASIS TEKNOLOGI.
Banyak sudah waktu yang kita korbankan untuk membahas sebuah era global, pasar global dsb. Mungkin hal paling penting yang dapat kita lakukan saat ini adalah membuat lingkungan kita survive di era krisis saat ini dan compete di era global tsb, karena kita pemberdayaan baik riset maupun produksi akan mempunyai added value yang besar jika hanya jika bebbasis pada teknologi.
Bukanlah resep yang mujarab dan baku tetapi mungkin dapat membuat kita bersemangat lagi untuk membangun negeri ini serta memberikan sesuatu yang terbaik yang bisa kita perbuat.
Setelah lama didera oleh krisis multidimensi dan rupanya kita mulai bisa menikmati era krisis ini, blessing in disguise kata orang, banyak pekerjaan pekerjaan, dan pr lama kita yang ternyata belum tergarap.
Pekerjaan rumah tersebut sebenarnya amat mudah diucapkan oleh lidah kita yaitu bagaimana menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sementara pasar semakin kritis dalam menyikapi perubahan dan perkembangan produk. Agent yang mendorong perubahan itu adalah teknologi, mengingat teknologi selalu berkembang dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan. Terkadang perkembangan teknologi ini disalah gunakan oleh beberapa negara yang menguasai teknologi tinggi.
Negara kita yang notabene adalah negara berkembang terus menerus dijerat oleh negara-negara tertentu, untuk selalu dimanfaatkan atas nama teknologi perkembangannya.
Issue lingkungan dan standarisasi sebagai contoh adalah kemasan yang lumrah mereka gunakan untuk menekan obyek yang mereka anggap dapat dijerat termasuk negara tercinta kita Indonesia.
Masih segar dalam ingatan kita tentang masalah freon yang merusak ozon. Permainan ini sebenarnya sebuah permainan yang yang besar yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar, dan yang lebih penting lagi melibatkan jumlah uang yang kolosal, kok bisa? Di negara-negara tertentu sudah menjadi aturan yang tidak tertulis akibat dari public opinion bahwa penggunaan freon harus dicegah dan tidak peduli lemari es/pendingin udara lainnya masih laik jalan maupun tidak, harus dibuang ke sampah, bayangkan berapa banyak yang harus ganti lemari es dan pendingi udara ataupun peralatan lainnya yang menggunakan freon di seluruh dunia ini? Hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang kuat R&D-nya yang mampu bersaing untuk mengisi pasar global untuk penggantian freon tersebut. Non-freon (non-cfc) adalah produk ramah lingkungan, katanya, tetapi apa kata Jean Cousteau (tokoh lingkungan dunia) bahwa cfc/freon kapasitasnya untuk merusak ozon adalah minuscule (sangat kecil) dibandingkan dengan letusan gunung Pinatubo di Filipina di beberapa waktu yang lalu. Lebih mengerikan lagi ke tak pedulian orang Eropa dan Amerika untuk mengurangi jumlah kendaraan mereka yang rata-rata 3 mobil per famili, yang mana kendaraan-kendaraan tsb besar kontribusinya dalam merusak ozon lewat emisi gas buang seperti Nox, CO dll. Jadi campaign non-cfc yang kita saksikan itu hanyalah medan promosi bagi perusahaan-perusahaan besar.
Belum lagi masalah standarisasi seperti diungkapkan Dipl. Ing Mulia Tirtosudiro dalam tulisannya ”Pemberdayaan Teknologi Berketahanan Nasional”, Adanya ketentuan dari IMO (International Maritime Organization) yang menggarisbawahi tentang Standard of Training Certification and Watchkeeping for Seafarer (STCW). Dimana berisi tentang wajibnya sertifikat STCW ’95 bagi para pelaut, guna dapat bekerja dilaut international. Dampaknya 40.000 orang pelaut Indonesia terancam grounded (diturunkan dari kapal) dan tidak bisa lagi bekerja dilaut international sejak 2001. untuk itu dibuatlah maritime simulator spin off dari flight simulator untuk pelatihan dan mendapatkan sertifikat STCW ’95, agar ditahun-tahun mendatang pelaut Indonesia dapat melaut lagi di internasional.
Indonesia sebenarnya bisa saja keluar dari krisis ekonomi seandainya saja kita berani mengambil sikap untuk memulai penetrasi didaerah yang sangat kental dengan teknologi, yang menyedot banyak devisa kita keluar negeri. Sepertinya kita ini diperas terus menerus.
Siapakah yang selalu menjadikan negeri ini sapi perah? OEM sekali lagi OEM (Original Equipment Manufacturer), mereka adalah global player. Kita harus memulai membuka bisnis yang dikelola OEM yang selama ini tertutup dan menyedot banyak devisa keluar.
Sudah berapa banyak pabrik semen yang kita bangun, pabrik pupuk yang kita dirikan serta unit-unit pengolahan dan explorasi minyak bumi yang kita dirikan? Dan berapa juta jumlah kendaraan beroda empat maupun dua di Indonesia? Berapa prosentasi local contain dari tiap-tiap pabrik tersebut? Apakah ada perkembangan significant dari prosentasi local contain dari waktu pabrik I s/d pabrik terakhir didirikan? Jawabannya sepertinya kita sudah tahu semuanya. Bahwa setelah sekian banyak pabrik yang serupa kita bangun tetapi menempatkan kita selalu sebagai operator saja. Alih teknologi yang kita gembar-gemborkan gagal. Kita tidak bisa menjadi tuan dinegeri sendiri. Kerusakan element, komponen dsb selalu dan sangat tergantung dengan OEM. Sikap khawatir seandainya tidak menggunakan komponen OEM memang kadang beralasan jika user tidak mempunyai dukungan yang kuat dari upper management-nya lebih jauh lagi kurangnya komitmen pemerintah untuk memulai menggunakan local component dengan hasil analisa-nya.
Kita memang belum mampu untuk mengalahkan OEM tetapi mulai-lah kita berfikir tentang kemampuan kita yang dapat kita sinergikan agar dapat dimulai mengkerjakan elemen/komponen yang paling sederhana sampai dengan yang paling sophisticate. Ini merupakan pekerjaan yang sangat besar volume-nya bahkan merupakan pekerjaan yang kolosal di level nasional. Berapa banyak tenaga kerja yang terserap berapa banyak devisa yang dapat kita hemat. Kami yakin melihat besarnya volume pekerjaan ini maka krisis ekonomi dan sebagainya itu akan segera terhapus dan menjadikan Indonesia kembali menjadi negara yang diperhitungkan didunia international. Harapan itu cukup besar karena ditengah krisis ini banyak perusahaan besar BUMN mencoba spin-off technology untuk dapat survive dan memperbaiki kwalitas hidup pada perusahaan tsb. PT DI (PT Dirgantara Indonesia) yang dahulu dikenal sebagai PT IPTN yang telah sukses mengembangkan beberapa teknologi state of the art dari fly by wire ke fly by light dst.
Effort yang demikian besar di beberapa waktu yang lalu sekarang ini harus rela merambah bisnis non aircraft agar supaya tetap survive dan menatap masa depan dengan penuh optimis. Spin off ini ternyata juga telah diikuti oleh beberapa perusahaan nasional bahkan international. Karena bergerak pada bidang spin off merupakan hal yang sangat menjanjikan dimasa yang akan datang.
PT PAL yang secara diam-diam telah merambah dalam bidang oil and gas, PT NTP juga sudah memulai bidang reverse engineering ini, kemudian diikuti GE-Nusantara dan PT PINDAD.
Reverse Engineering adalah salah satu langkah yang tepat untuk saat ini. Minimal mengurangi rantai terutama pada development cost misalnya dari feasibility study, conceptual design, preliminary design, design sampai pada detail design. Reverse Engineering tidak sama dengan sekedar teknik copying sebab ada langkah-langkah redesign dan improvement. Bisa jadi komponen yang kita buat lewat reverse engineering lebih bagus kwalitasnya dari aslinya.
Hal ini sudah lumrah disaat ini bahkan sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa kemajuan Cina, Taiwan, India adalah memegang kunci teknologi copying pertamakali. Yang menjadi target utama adalah price leader untuk produk tersebut. Dengan demikian barang yang ditiru jauh lebih murah dari aslinya. Banyak contoh dilapangan yang dapat kita ungkap disini dari bollpoint sampai dengan sepeda motor. Dari usaha pem-plastik-an bollpoint sampai teknologi spraying, cooling system dan combustion telah menjadi bulan-bulanan dari teknologi copying ini.
Tetapi Jepang lebih smart, teknologi copying-nya telah lama dia tinggalkan, merambah pada teknologi Reverse Engineering, dengan adanya improvement. Kehebatan teknologi motor bakar Jepang ditinjau dari Nox (keramah lingkungan-nya) adalah nomer wahid didunia sehingga Honda masih menjadi salah satu mobil idaman di Amerika Serikat. Dalam kondisi semacam ini Jepang dengan kemajuan teknologinya maka untuk menentukan harga mereka cukup dengan Technology Leader. Walaupun diawal mereka belajar dan mencontoh teknologi Eropa dan walaupun dengan technology leader ini harus dibayar mahal oleh konsumen.
Maka tidak heran kalau Perusahaan seperti GE-Nusantara, PINDAD, NTP juga telah memulai dengan reverse engineering-nya dan ini secara nasional harus kita dukung.
Dengan demikia kita bisa melihat betapa pentingnya setiap usaha untuk melepaskan diri dari ketergantungan luar negeri adalah equivalent dengan memerdekakan kita sendiri. Sehingga perlu kiranya semua upaya yang terarah dari segenap komponen bangsa untuk dapat memerdekakan bidang masing-masing dari ketergantungan dari luar. Ini merupakan Grand Design yang harus kita mulai dari bidang yang kita kuasai yaitu IPTEK agar upaya-upaya untuk pelepasan ketergantungan sedikit demi sedikit dari pihak luar tersebut, terinci, ter-target dan ter-manage dengan baik.

Sinergi BUMN, Industri Menengah dan Kecil perlukah?
Untuk keluar dari krisis ini tentu diperlukan sinergi yang integral baik dari usur pemerintah, swasta nasional, BUMN dengan industri menengah dan kecil, sebab tidak semua permasalahan disuatu bidang dapat diselesaikan secara sektoral saja tetapi perlu aliansi-alinsi strategis untuk dapat penetrasi dalam pasar lobal yang semakin dekat itu. Tidak bisa ditolak bahwa pada kenyataannya industri menengah dan kecil justru menjadi penopang yang cukup kokoh bagi perekonomian kita di era krisis ini.
Walau kerjasama model ini pernah dirintis beberapa tahun yang lalu dan bisa dikatakan gagal. Kegagalan ini bisa dimengerti karena model kerjasama tersebut kelihatan seperti sikuat dengan silemah dan didasari oleh rasa belaskasihan yang kontrdiksi dengan semangat bisnis itu sendiri. Maka kerjasama yang baik adalah melihat core competent masing-masing dan saling complement (melengkapi). Sehingga dapat dihindari sejak dini konflik interest dan duplikasi activitas. Kegagalan-kegagalan yang lalu hendaknya menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua. Bapak angkat dll, BBI, Barata?
Kami cukup optimis jika dalam forum yang mulia ini kita teruskan kepada forum-forum yang lain dengan telaah-telaah-an yang lebih detail lagi dan terarah sesuai dengan kemampuan kita dan yang lebih penting lagi adalah yang berkelanjutan.
Diskusi selanjutnya kami berusaha untuk memberikan beberapa saran agar supaya upaya-upaya kita menjadi tuan dirumah sendiri dan merupakan program yang berkesinambungan adalah:

1. Membangun Persepsi dan Kepercayaan.
Saat ini seperti bertemu dan terhalang oleh sebuah tembok yang sangat tebal dan sangat tinggi untuk mendapatkan sebuah kepercayaan.
Dalam membangun kepercayaan client perlu dimulai dari menyelesaikan hal-hal yang kecil sampai kepercayaan tersebut tumbuh alami.
Pada kesempatan ini juga kiranya perlu diingatkan bahwa komitmen pemerintah juga amat penting agar spin off dan local contain menjadi issue yang cukup penting agar pekerjaan tidak semuanya lari keluar negeri.
Berangkat dari pengalaman maka untuk mendapatkan kepercayaan atau trust ini adalah tidak mudah karena selalu dituntut sebuah referensi seperti antara telor dan ayam mana yang lebih dahulu. Memang yang selama ini dirasakan bahwa engineer dihadapkan pada kenyataan dilapangan yaitu tidak adanya kesempatan. Bagaimana orang percaya bahwa kita bisa membuat turbin uap kalau kita belum pernah membuatnya? Disinilah suatu tugas pemerintah untuk memfasilitasi agar zone ini (opportunity/kesempatan) dapat diperoleh oleh anak bangsa. Untuk itu perlu pendekatan yang lain dan reasonable.
Dalam forum ini tentu kita harus dapat manfaatkan agar dapat dimulai lobi-lobi dengan pemerintah agar minimal sebuah kesempatan betapapun kecilnya dapat diraih oleh anak-anak bangsa yang mulai jatuh bangun didunia spin-off ini. Dalam membangun kepercayaan inilah yang paling crusial dalam aspek bisnis ataupun kegiatan apapun bentuknya. Adapun terdapat beberapa engredient yang dapat memperlancar dan mempercepat dalam kaitannya membangun kepercayaan ini misalnya, jujur, tidak mementingkan keuntungan di rang pertama, selalu memberikan progress status tentang hal-hal yang sudah dan belum dicapai, prosedur standard yang dilakukan OEM harus kita penuhi dan prosedur lainnya misalnya QCD dll. Dalam hal ini pemerintah dapat melicinkan hubungan manufacturer dan costumer dalam negri dengan peraturan-peraturan yang mempermudah dan positif bagi pertumbuhan peluang kerja di Indonesia.

2. Dunia Pendidikan
Universitas adalah pencetak SDM-SDM yang tangguh, tangguh dalam arti menerima tempaan-tempaan baik dari segi professional maupun dari segi sosial sehingga dimasa yang akan datang akan diperoleh manusia-manusia yang mandiri, berprinsip dan kuat tahan banting. Tidak seperti saat ini para konglomerat kita yang kita harapkan dapat berkompetisi di level international kenyataannya adalah jago kandang sendiri. Berapa banyak kita invest kepada mereka dan malah menjadi beban ekonomi di level nasional saat ini .
Kita harus dapat mencetak SDM-SDM yang menjadi agent of change, pendorong kemajuan, mau belajar bagaimanapun kondisinya dan terdepan didalam membangun. Bagi yang telah berpengalaman bekerja didalam industri didalam negri maupun diluar negri seharusnya mendapatkan tempat yang kondusif untuk pengembangan dan riset didalam industri, sebagai contoh dinegri Korea setelah PD II, sampai saat ini pertumbuhannya mencengangkan semua orang bahkan saat jatuh krisispun demikian cepat pemulihannya dikarenakan tenaga-tenaga muda yang energik dan berkemauan keras itu diberikan tempat yang kondusif untuk berkembang tidak heran aplikasi teknologi laser dan microwave sebagai contoh, baru diketemukan 1985 misalnya , satu bulan kemudian pasar Eropa dan Amerika dibanjiri oleh produk serupa dari negri ginseng ini dengan harga atraktif lagi.
Jepang mulai membuka diri sejak zaman Meiji Restorasi dengan berbondong-bondong belajar ke Eropa (1870?) secara progresif telah mengubah wajah Jepang menjadi negara superpower dari segi ekonomi. Sedang Indonesia? Di PT DI saja yang katanya reformis tenaga-tenaga muda yang terdidik malah terbanyak yang mengundurkan diri akibat salah urus dan tidak adanya kondisi yang kondusif untuk berkembang.

3. Komitmen Pemerintah.
Tanpa komitmen pemerintah agar supaya pekerjaan yang sifatnya Hi-tech tidak keluar negeri cukup sulit dan semua perlu dibuatkan suatu aturan mainnya. Kalau perlu diproteksi. Seperti Malaysia yang dengar-dengar ingin mengundurkan waktu AFTA, hanya karena akan membuat mobil kecil yang perlu diproteksi untuk sementara waktu.
Indonesia kalaupun belum bisa mem-proteksi produknya, karena memang tidak ada produk yang harus diproteksi, minimal local contain yang prosentasinya membesar secara bertahap perlu dibuatkan aturan mainnya. Karena kalau tidak demikian sudah dipastikan semua komponen dan produk akan lari keluar negeri semuanya. Dengan local contain industri-industri dalam negeri akan mulai merayap naik karena load pekerjaan yang cukup. Disamping itu industri local akan terpacu dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat research and development yang ujung-ujungannya akan berkembangnya industri local.
Belum lagi kalau local contain cukup besar prosentasinya pemerintah hendaknya memberikan semacam insentif berupa pemotongan pajak dan sebagainya.
Pemerintah seharusnya bergerak lebih rinci lagi dengan perusahaan-perusahaan global player kalaupun tidak bisa menekan untuk mengerjakan semua komponen didalam negri, tetapi mengharuskan mereka untuk membuat komponen-komponen local contain secara bertahap dan dipantau secara ketat sehingga pekerjaan-pekerjaan engineering dapat dikerjakan didalam negri apalagi yang Hitech yang selama ini numpang lewat. Keuntungan direct yang didapat dari hal tersebut adalah berkembangnya lapangan pekerjaan didalam negri yang selama ini merupakan momok pada negri yang mengalami krisis yang berkepanjangan ini.
Adanya kompetitor dalam negri, juga harus diupayakan oleh sebab untuk mengimbangi fairplay dan competitiveness yang lebih atraktif lagi, misalnya dengan manufacturer-manufacturer local yang mampu mengerjakan reverse engineering secara bertanggung jawab. Dari data kami peroleh dari departemen perindustrian import komponen-komponen Hitech telah menelan biaya 2 milyard US dolar/tahun. Jumlah yang cukup besar untuk mulai kita lirik dan upayakan pengadaannya dalam negri.
Riset Dalam Industri
Permasalahan klasik tetap saja terjadi didunia industri, belajar dari pengalaman bahwa tidak semua riset dapat diterjemahkan oleh engineering, dan tidak semua engineering bisa diterjemahkan oleh produksi/proses produksi. Semua itu membutuhkan batasan-batasan yang jelas dan idelisasi-idelisasi yang kadang terpaksa harus dilakukan.
Di Indonesia banyak hal yang tidak lazim sering terjadi menyebabkan profesionalisme sulit terbentuk. Demikian pula yang terjadi di banyak perusahaan ataupun industri khususnya BUMN, kurangnya apresiasi perusahaan terhadap kelompok-kelompok muda yang berpotensi untuk diberikan kesempatan untuk berkiprah malah yang terjadi adalah urusan senioritas dan paternalistic, gelombang keluarnya ex-beasiswa luar negri dari PT DI merupakan salah satu kasus yang cukup memprihatinkan. Kembali kita dalam riset didalam industri pertama yang harus kita perhatikan adalah riset yang bermanfaat untuk industri tersebut sukur dapat diimplementasikan dan bermanfaat dalam jangka pendek. Karena kita harus menyadari pula kemampuan industri untuk men-support riset yang sangat minim itu. Khususnya dalam kaitannya dengan produksi maka sangat dibutuhkan interaksi yang cukup tinggi antara engineering, produksi dan riset. Kalau bisa mereka ditempatkan dalam beureau d’etude tidak ada sekat sehingga dapat memperlancar komunikasi. Sekat-sekat itu biasanya berbentuk jabatan structural, ini harus dirampingkan! Ada dua metoda yang bisa kita terapkan agar riset dan perusahaan dapat maju bersama-sama pertama kumpulkan ka-unit2 produksi dudukkan bersama unsur engineering dan riset dalam satu kotak dan satu komando atau kedua sebarkan unsur engineering dan unsur riset kedalam unsur-unsur produksi.Walau kedua metoda tersebut mempunyai untung-rugi yang berbeda tetapi jauh lebih baik dari pada sekarang ini engineering dipisah sendiri dengan unsur riset, demikian pula dari unsur produksi dipisah jauh-jauh dari riset dan engineering. Dengan metoda ini kesenjangan-kesenjangaan yang selama ini terjadi akan hilang dan menumbuhkan saling penggertian yang ujung-ujungannya adalah saling membutuhkan. Sehingga inovasi-inovasi, new product development akan terus bermunculan. Lebih jauh lagi unit produksi dengan kemasan baru ini dapat dinilai keberhasilannya dari produk yang mereka hasilkan. Masih segar dalam ingatan kita pada waktu departemen Perindustrian merencanakan pembuatan foundery untuk kapasitas 30 000 ton/tahun untuk pembuatan engine automotive 200 000 unit/tahun yang terbagi menjadi 150 000 unit engin gasolene dan 50 000 unit diesel engin di era 1985-an. Tentu saja ini merupakan kebutuhan saat itu yang belum terealisir sampai saat ini. Sedangkan di PT DI kami mulai meng-initiate pembuatan diesel 20 PK yang kami harapkan menjadi cikal-bakal industri prime mover di Indonesia. Dalam kesempatan ini kami mengajak saudara-saudara sekalian untuk terus mengadakan inovasi-inovasi baru dan semangat yang tinggi agar riset-riset kita didalam industri dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Penutup
Seperti dituturkan diatas bahwa R&D merupakan suatu keharusan yang mau-tidak mau harus kita lakukan agar kita masih bisa tegak berdiri ditengah persaingan yang makin tajam itu.
Karena kebutuhan manusia secara mendasar terus berkembang, dan lebih jauh lagi customer satisfaction yang harus dipenuhi juga membutuhkan riset yang terus menerus tanpa henti maka kita fokuskan perhatian pada masalah yang ada dalam sistem kita kenapa riset tidak berkembang? Apa benar permasalahannya adalah modal? Apa sistem kita yang tidak memungkinkan riset berkembang?
Bukan menjadi rahasia lagi kalau engineer kita sangat sulit untuk mengembangkan produk-produk mereka karena terasa jauhnya link production dengan kelompok engineering dan riset sehingga kadang-kadang untouchable.

Inilah yang membuat para engineer kita frustasi, untuk itu marilah kita perbaiki sistem kita ini sehingga liason riset-engineer-produksi menjadi kesatuan yang sangat erat. Bukan seperti saat ini cenderung bekerja sendiri-sendiri tanpa koordinasi bahkan disinyalir merupakan kerajaan-kerajaan kecil yang sulit “diatur”.

No comments:

Post a Comment