PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA LMS DAN ALGORITMA GENETIK UNTUK
FILTER ADAPTIF PENGHILANG NOISE. Filter adaptif merupakan sebuah filter dengan pengatur koefisien.
Pada penghilang noise parameter filter diatur sehingga dapat mengoptimalkan
sinyal dari distorsi (cacat) seminimal mungkin.
Algoritma
LMS digunakan sebagai algoritma pada filter adaptif FIR, yang kinerjanya bisa
menghilangkan noise dari sinyal yang telah terkena noise, tapi tidak cukup baik
untuk menghilangkan sebagian besar noise pada sinyal yang terkena noise. Untuk
mengatasi permasalahan ini maka digunakan algoritma genetik. Algoritma genetik
merupakan suatu algoritma yang berbasiskan pendekatan evolusi, yang melakukan
seleksi berdasarkan kemampuan bertahan hidup suatu individu. Pembanding kedua
algoritma ini (algoritma LMS dan algoritma genetik) adalah MSE (mean square
error) yang minimum, MSE semakin minimum maka sinyal yang dihasilkan
semakin mirip dengan sinyal yang diinginkan.
Penggunaan
algoritma LMS pada filter adaptif FIR menghasilkan MSE sebesar 0.0080476,
sedangkan hasil yang lebih baik didapat saat penggunaan algoritma genetik dengan
MSE sebesar 3.04x10^-6
Kata
Kunci: Algoritma LMS, Algoritma genetik, minimum MSE.
I. PENDAHULUAN
Penyelesaian
masalah terdistorsinya sinyal dengan noise ini bisa diselesaikan dengan filter
adaptif. Komponen kunci dari filter adaptif adalah pengesetan aturan, atau
algoritma yang berfungsi untuk mengkoreksi pada proses adaptasi. Koreksi yang
dihasilkan harus mengurangi MSE (mean square error). Algoritma sering
digunakan yaitu algoritma least mean square (LMS). Algoritma ini bisa
menghasilkan
solusi pada lokal minimal, sehingga hasil yang diinginkan jadi keliru.
solusi pada lokal minimal, sehingga hasil yang diinginkan jadi keliru.
Algoritma
genetik digunakan sebagai pembanding pada makalah ini, dimana genetik
mendapatkan solusi pada multi titik, sehingga bisa didapat solusi yang terbaik.
Algoritma genetik sangat cocok digunakan untuk memecahkan masalah optimasi
komplek dan juga untuk aplikasi yang membutuhkan pemecahan masalah adaptif.
Dengan keunggulan tersebut, algoritma genetik diterima pada berbagai kalangan
dan telah diaplikasikan pada berbagai bidang, seperti kontrol, robotika,
identifikasi sistem (Man,1997), penghilang noise (Hayes,1996).
II.
TUJUAN
Tujuan
dari makalah ini adalah membandingkan kinerja filter adaptif penghilang noise
menggunakan algoritma LMS dan algoritma genetik, dengan melihat pada nilai MSE
(mean square error).
III.
DASAR TEORI
3.1.
Filter Adaptif FIR
Aplikasi
filter adaptif penghilang noise (sinyal interferensi) dapat dibuat blok diagram
seperti gambar 1. Pada penghilang noise, filter adaptif membuang noise dari
sinyal dalam waktu riil. Sinyal yang diinginkan x(n) adalah kombinasi noise v1(n) dan
informasi yang dibutuhkan d(n). Untuk menghilangkan noise, dibutuhkan noise
referensi v2(n)
. Noise yang dipakai pada simulasi ini adalah noise murni Gaussian.
Gambar
1. Filter adaptif penghilang noise
3.2.
Algoritma LMS (least mean square)
3.3. Pendekatan
Pencarian Genetik
Algoritma
genetik merupakan teknik pencarian yang diilhami oleh mekanisme evolusi dan
genetik alam. Menurut teori evolusi, hanya individu terkuat saja yang dapat
bertahan dan menghasilkan keturunan yang lebih berkualitas.
Dalam
bentuk matematis, suatu algoritma genetik akan memetakan suatu masalah pada
suatu himpunan gen yang berbentuk string biner, kemudian akan di konversi
kedalam nilai riil untuk menghasilkan pnenotype yang merupakan kode riil dari
parameter dalam suatu ruang solusi dimana masing-masing string tersebut
merepresentasikan suatu kandidat solusi bagi suatu masalah. Kemudian algoritma
genetik akan memanipulasi kandidat-kandidat solusi tersebut dengan menggunakan
operasi-operasi genetik, sehingga dihasilkan kandidat-kandidat solusi yang lebih
berkualitas. Operator genetik adalah seleksi, rekombinasi (crossover), dan
mutasi.
3.3.1 Seleksi
Seleksi
berguna untuk mencapai nilai target yang ditentukan dari parameter optimasi
yang ingin dicapai. Operator seleksi dapat dikatakan merupakan model dari siapa
yang terkuat (fittest) dia yang bertahan (survive) yang terjadi pada evolusi
alam.
3.3.2 Crossover
Rekombinasi
gen merupakan suatu mekanisme yang penting untuk terjadinya evolusi. Dalam
algoritma genetik, metode yang biasa digunakan adalah pindah silang (crossover)
Proses pindah silang bertujuan untuk menambahkan keanekaragaman individu
didalam populasi dengan “mengawinkan” individu-individu pada populasi. Individu
baru akan mewarisi sifat dari induknya.
3.3.3 Mutasi
Keanekaragaman
individu dalam populasi telah dihasilkan dengan menggunakan proses seleksi dan
pindah silang. Dengan kedua operator genetik tersebut dapat terjadi hilangnya
struktur gen tertentu sehingga tidak bisa diperoleh kembali informasi yang
terkandung didalamnya. Operator mutasi diperkenalkan sebagai cara untuk
mengembalikan informasi yang hilang tersebut. Melalui mutasi, individu baru
dapat diciptakan dengan melakukan pengubahan terhadap satu atau lebih nilai gen
pada individu yang sama.
3.4 Pendekatan
Algoritma Genetik untuk Filter Adaptif FIR
Seperti
pada algoritma LMS, genetik pada filter adaptif penghilang noise juga
berberfungsi untuk mengadaptasi koefisien filter untuk mendapatkan sinyal hasil
yang terbaik.
Fungsi
objektif yang digunakan untuk melaksanakan operator genetik adalah:
IV. PERANCANGAN
SIMULASI
Struktur
filter yang digunakan pada filter adaptif menggunakan algoritma LMS dan
algoritma genetik adalah struktur transversal.
noise
referensi yang digunakan adalah noise aditif Gaussian yang dibangkitkan secara
random pada algoritma LMS dan diplot tetap.
Pengukuran
MSE (mean square error) pada kedua algoritma (LMS dan genetik) diukur pada 50
iterasi terakhir. Alasannya karena cara kerja algoritma LMS yang secara
bertahap memperbaiki sinyal keluaran dengan mengadaptasi koefisien filter,
berbeda dengan algoritma genetik yang mendapatkan hasil estimasi dengan
berdasarkan jumlah generasi.
Data simulasi
a.
Algoritma LMS
Pada
Filter FIR, ukuran langkah μ yang digunakan 0.1, 0.25, dan 0.5 dengan orde
filter yang disimulasikan orde 1, orde 3 dan orde 7.
b.
Algoritma genetik
Orde
yang digunakan sama seperti pada algoritma LMS. Simulasi dilakukan
masing-masing 6 kali untuk setiap jenis filter dengan mengubah-ubah jumlah
populasi (MAXGEN), probabilitas crossover (Pc), dan probabilitas mutasi (Pm),
seperti dibawah ini.
1.
MAXGEN=30, Pc = 0.75 dan Pm = 0.01
2.
MAXGEN=30, Pc = 0.85 dan Pm = 0.001
3.
MAXGEN=30, Pc = 0.95 dan Pm = 0.001
4.
MAXGEN=100, Pc = 0.75 dan Pm = 0.01
5.
MAXGEN=100, Pc = 0.85 dan Pm = 0.001
6.
MAXGEN=100, Pc = 0.95 dan Pm = 0.001
V. HASIL
SIMULASI
Pengharapan
pada simulasi ini adalah didapat MSE yang seminimum mungkin, sehingga sinyal
x(n) dapat direduksi noisenya mendekati sinyal yang diinginkan d(n).
Pada
aplikasi filter adaptif untuk menghilangkan noise dari sinyal masukan yang
mengandung noise x(n) seperti pada gambar 2. Pada aplikasi ini juga dibutuhkan
noise referensi seperti pada gambar 3.
Gambar 2. Contoh
sinyal yang telah tercampur dengan noise x(n).
Gambar 3 Contoh
sinyal noise referensi v2(n)
Gambar 4. Sinyal
hasil dengan filter FIR LMS orde 1
Gambar 5. Sinyal
hasil dengan Filter FIR LMS orde 3
Simulasi menggunakan algoritma LMS pada
filter adaptif FIR penghilang noise memberikan MSE (error akar rata-rata)
sebesar 0.0080476, pada orde 1 dengan μ senilai 0.25.
Pada
orde 3 dengan μ=0.25 MSE yang didapat sebesar 0.01059, dan pada orde 7 hasil
MSE yang didapat sebesar 0.013807 dengan ukuran langkah yang lebih kecil, yaitu
μ=0.1
Ternyata orde 1 memberikan nilai MSE
yang paling kecil, perbaikan hingga 0.0025454 dibandingkan orde 3 dan pada orde
7 sebesar 0.0057594. Terlihat bahwa penambahan orde filter tetap tidak
memberikan hasil yang lebih baik, dan sebaliknya sinyal hasil dan MSE yang
didapatkan lebih buruk daripada hasil simulasi pada orde 1. Kita juga dapat
menyimpulkan bahwa nilai ukuran langkah μ yang terbaik digunakan adalah 0.25
yang memberikan nilai MSE yang lebih kecil pada filter orde 1 dan orde 3 yang disimulasikan.
Sedangkan untuk orde yang lebih besar yaitu orde 7 dibutuhkan μ yang lebih
kecil untuk mendapatkan MSE yang minimum.
Hasil simulasi filter FIR menggunakan
algoritma genetik pada 30 generasi dan 100 generasi hanya memberikan sedikit
perbedaan pada MSE yang didapatkan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
penggunaan populasi besar (100 generasi) pada simulasi ini hanya memberikan
sedikit koreksi dan tidak seimbang dengan waktu pencarian yang jauh lebih lama.
Pada simulasi ini orde filter yang lebih
kecil relatif memberikan nilai MSE yang lebih besar, sehingga penggunaan orde
filter yang lebih besar memberikan grafik hasil yang lebih baik. Peningkatan
orde mempunyai pengaruh pada filter FIR orde 3, yang dapat menghasilkan MSE
yang lebih kecil dibandingkan dengan orde 1. Grafik hasil penghilang noise yang
terbaik terjadi pada filter FIR orde 3 dengan probabilitas crossover 0.75 dan
probabilitas mutasi 0.01 yang memberikan nilai MSE 3.04x10^-6, nilai ini
memberikan perbaikan 5.53x10^-4 daripada MSE yang terminimum pada filter FIR
orde 1, dan perbaikan 5.48x10^-6
daripada MSE minimum pada orde 7. Grafik hasil pada filter FIR menggunakan
genetik memberikan sinyal hasil yang sudah sangat mendekati sinyal yang
diinginkan d(n).
Semua
hasil estimasi yang paling baik dari seluruh orde filter FIR yang disimulasikan
memberikan hasil yang paling optimum pada penggunaan operator genetik Pc=0.75
dan Pm=0.01, operator yang paling berpengaruh pada nilai Pm-nya, hal ini
disebabkan adanya probabilitas mutasi yang lebih besar sehingga kemungkinan
terjadinya perubahan gen semakin besar, sehingga dengan adanya semakin banyak
variasi maka akan mendorong untuk tercapainya hasil yang optimum secepat
mungkin.
Tabel 1 merupakan rangkuman hasil
simulasi dari penggunaan 2 algoritma (LMS dan genetik) dan jenis filter orde
yang digunakan. Pada tabel terlihat bahwa untuk filter adaptif FIR menggunakan
algoritma LMS menghasilkan MSE yang paling baik sebesar 0.0080476, yang didapat
pada Orde 1 dengan penggunaan μ=0.25, hasil ini sangat jauh perbedaannya dengan
hasil yang didapat pada algoritma genetik yang memberikan MSE yang paling
minimum pada orde 3 dengan operator genetik Pc=0.75 dan Pm=0.01 yang memberikan
MSE sebesar 3.04x10^-6.
Tabel 1. Hasil simulasi
filter adaptif dengan algoritma LMS dan genetik
VI. KESIMPULAN
Hasil
optimasi algoritma LMS (least mean square) dibandingkan dengan algoritma
genetik untuk filter adaptif penghilang noise, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Algoritma genetik bisa diaplikasikan pada penghilang noise filter adaptif untuk
filter digital FIR.
2.
Filter adaptif FIR menggunakan algoritma LMS untuk menghilangkan noise
menghasilkan MSE yang minimum sebesar 0.0080476 pada orde 1.
3.
Penggunaan algoritma genetik untuk filter adaptif FIR penghilang noise
memberikan MSE yang minimum sebesar pada orde 3.04x10^-6
4.
Pada algoritma LMS penentuan parameter ukuran langkah sangat mempengaruhi pada
besarnya MSE yang didapatkan.
5.
Parameter yang sangat berpengaruh pada pencapaian MSE yang minimum pada
algoritma genetik adalah probabilitas crossover Pc dan probabilitas mutasi Pm.
No comments:
Post a Comment