Tuesday 29 December 2015

Ketangguhan terhadap retak besi cor putih dan meleabel

Ketangguhan terhadap retak besi cor putih dan meleabel. Obyek penelitian ini adalah mengetahui ketangguhan terhadap retak (Fracture toughness) untuk material besi cor putih dan besi cor meleabel. Besi cor meleabel didapatkan dari proses perlakuan panas (heat treatment)
Besi cor putih didapatkan dari pengecoran ‘cil casting’ dengan komposisi kimia C : 3,4 % dan Si : 1,5 %, selanjutnya diberikan perlakuan panas aniling untuk mendapatkan besi cor meleabel special. Spesimen uji ketangguhan retak berbentuk CTS (Compact Tension Specimen) dengan variasi ketebalan 12 mm, 15 mm, 18 mm dan juga dilakukan uji tarik, uji metalografi dan uji kekerasan. Pengujian ketangguhan terhadap retak dilakukan dengan mesin servohydrolic-servopulser.
Hasil pengujian tarik menunjukkan bahwa kekuatan tarik besi cor putih lebih rendah dibandingkan dengan besi cor meleabel, sementara kekerasan besi cor putih lebih tinggi dari besi cor meleabel. Hasil pengujian tarik dipakai untuk menentukan σys sebagai estimasi pembebanan pada pengujian ketangguhan retak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketangguhan terhadap retak besi cor meleabel lebih tinggi dari pada besi cor putih..
Kata kunci : fracture toughness, cil casting, heat treatment, aniling

PENDAHULUAN
Secara umum besi cor merupakan material yang cenderung getas/britle. Sementara itu pemakaian material besi cor di dalam industri sangat banyak dan semakin meluas. Dengan adanya fenomena tersebut, maka akan menjadi menarik untuk diketahui seberapa besar ketangguhan retak untuk besi cor putih dan besi cor meleabel. Besi cor putih merupakan
material yang sangat getas dan belum mengalami perlakuan panas sedangkan besi cor meleabel adalah besi cor yang sudah mengalami perlakuan panas.
Broek (1986) dalam bukunya menuliskan bahwa sebagian besar kerusakan konstruksi disebabkan oleh beban berulang atau berfluktuasi. Jika fluktuasi tegangan ini cukup besar dan berulang-ulang, kegagalan struktur dapat terjadi walaupun tegangan maksimum yang terjadi pada elemen struktur tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan materialnya. Kegagalan ini dikatakan sebagai kegagalan fatik atau kelelahan. Kelalahan adalah proses peretakan kemudian merambat di bawah beban yang berulang atau berfluktuasi.
Retak pada suatu mesin atau pada suatu konstruksi sering terjadi dan sering tidak dapat dihindari, dan apabila ini ada akan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kegagalan elemen atau konstruksi tersebut dalam berfungsi. Retak ini dapat timbul saat pembebanan maupun saat fabrikasi elemen tersebut.
Ketangguhan (Toughness) yaitu merupakan kemampuan suatu material untuk berdeformasi secara plastis dan mengabsorbsi energi sebelum dan selama terjadi kerusakan/perpatahan. Mekanisme perpatahan ada 2 macam yaitu perpatahan getas (clevage fracture) dan perputaran ulet (ductile fracture).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh besi cor meleabel dari besi cor putih dengan cara heat treatment dan membandingkan ketangguhan retak antara besi cor putih dan besi cor meleabel.

LANDASAN TEORITIS
Nadot, dkk (1996) meneliti tentang penyebaran retak fatik pada besi cor grafit speroidal (Spheroidal Graphite Cast Iron) atau SGI. Pada penelitian ini dilihat permukaan patah cenderung menunjukkan bahwa kerusakan permukaan lebih berbahaya daripada kerusakan di dalam. Hal ini dapat menandakan adanya efek lingkungan pada penyebaran retak. Penelitian ini menyimpulkan adanya sensitifitas yang tinggi pada material SGI oleh lingkungan yaitu rata-rata perambatan retak lebih tinggi dalam udara daripada vakum.
Penelitian untuk perbaikan ketangguhan retak dilakukan oleh Lam, dkk (1994) pada material alumunium paduan 6351-TG, dengan teknik Therrmo-mechanical. Paduan alumunium ini adalah bahan tabung gas, yang menerima beban fatik berupa tekanan dari dalam. Dijelaskan, beban static yang berupa tekanan internal akan menyebabkan lipatan dan goresan berkembang menjadi sebuah retak yang akibatnya kebocoran atau yang lebih berbahaya berupa ledakan. Dan kesimpulan dari penelitian ini adalah mengkonfirmasikan kemungkinan perbaikan ketangguhan retaknya.
Pengaruh pemanasan local terhadap ketangguhan retak fatik untuk material plat baja “Grade B” diteliti oleh Subarmono, dkk (1999). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ketangguhan perpatahan kritis yang diperoleh masih dalam kondisi plane stress karena ketebalan plat masih terlalu kecil.
Hasil penelitian yang dilakukan Burhan, dkk (1998) menunjukkan bahwa ketangguhan terhadap retak akan meningkat setelah dilakukan perbaikan komposisi bahan baku dan pembuatan cetakan, tetapi belum sampai perbaikan melalui perlakuan panas (Heat treatment).
Efek dari tes temperatur terhadap ketangguhan material ADI (Autempered Ductik Iron) diteliti oleh Hso, dkk (1999) dengan variasi suhu –1500C, 250C dan +1500C yang menyatakan bahwa ketangguhan material ADI di atas ausferit lebih baik daripada di bawah ausferit.
Mengingat belum adanya penelitian yang memfokuskan pada ketangguhan retak untuk material besi cor putih dan meleabel, maka perlu diketahui mengenai perbandingan ketangguhan terhadap retak antara besi cor putih (belum diberikan perlakuan panas) dengan besi cor meleabel, yaitu besi cor putih yang sudah diberikan perlakuan panas.

A. Besi Cor Putih
Untuk memperoleh besi cor putih, sebagai dasar, dipergunakan besi kasar putih. Besi kasar putih mempunyai kadar silicon rendah (sekitar 0,5%) dan kadar mangan yang tinggi. Oleh karena itu pembentukan sementit meningkat. Besi cor putih mengandung sementit setelah pendinginan. Besi cor putih dengan kadar karbon (C) sekitar 1,8% hingga 3,6% dan kandungan silicon sekitar 1% mengandung banyak sementit. Dan banyaknya sementit bersifat sangat keras tetapi rapuh. Besi cor putih memiliki kekerasan yang sangat besar, akan tetapi kekuatan tariknya sangat rendah dan tegangannya sangat kecil. Besi cor putih namanya berasal dari bidang patah berwarna putih, yang diperoleh dari sementit putih. Pada waktu pembuatan, pembekuan harus cukup cepat agar terbentuk besi cor putih, besi cor ini tidak boleh memiliki bagian-bagian yang tebal. Bila benda tebal, serpih-serpih grafit dapat terjadi sewaktu pembekuan. Tebal maksimum coran sekitar 20-30 mm tergantung pada kadar silicon dan daya hantar panas dinding cetakan. Benda yang tebal mempunyai lapisan permukaan dari besi cor putih yang disebut “Chill” selama proses pengecoran dan bentuk besi cor kelabu pada bagian dalam, yang pendinginannya lebih lambat.

B. Besi Cor Meleabel (Besi Cor Mampu Tempa)
Besi cor meleabel menurut strukturnya digolongkan menjadi besi cor meleabel perapian putih dan besi cor meleabel perapian hitam. Besi cor meleabel perapian putih dibuat dengan proses penghilangan karbon pada besi cor putih, sehingga kulitnya berubah menjadi ferit dan struktur dalamnya terdiri dari matriks perlit dengan karbon yang bulat. Besi cor putih lebih banyak digunakan sebagai besi cor meleabel. Bila besi cor putih dianiling, maka sementit akan terurai menjadi besi dan grafit. Grafit yang terjadi tidak berbentuk serpih/lamel, tetapi berbentuk gumpalan/roset dalam logam padat. Grafit ini tidak memiliki tepi-tepi yang tajam seperti gumpalan/lamel grafit. Oleh karena itu logamnya memiliki keuletan tertentu dan lebih mampu tempa dibandingkan dengan besi cor putih. Besi cor meleabel perapian hitam juga dibuat dengan melunakkan besi cor putih. Tetapi dalam hal ini sementit terurai menjadi ferit dan grafit sehingga patahannya kelihatan hitam. Besi cor ini sangat liat. Besi cor perapian putih mempunyai kandungan belerang yang tinggi dan silisium yang rendah, sedangkan besi cor perapian hitam mempunyai kandungan silisium tinggi dan belerang rendah. Grafik berikut adalah proses aniling dari besi cor meleabel special (Rajan, dkk, 1997) :
Besi cor meleabel special ini yang perlu diperhatikan yaitu komposisi kimia C, Si dan Cu (2,5 - 2,8 % C; 2,5 – 3,3 % Si; 0,5 – 0,7 % Mg; 1,0 % Cu; 0,1 % S; 0,1 % P dan sisanya Fe)
Gambar 1. Grafik aniling besi cor meleabel special

No comments:

Post a Comment