Ketangguhan
terhadap retak besi cor putih dan meleabel. Obyek
penelitian ini adalah mengetahui ketangguhan terhadap retak (Fracture
toughness) untuk material besi cor putih dan besi cor meleabel. Besi cor
meleabel didapatkan dari proses perlakuan panas (heat treatment)
Besi
cor putih didapatkan dari pengecoran ‘cil casting’ dengan komposisi kimia C :
3,4 % dan Si : 1,5 %, selanjutnya diberikan perlakuan panas aniling untuk
mendapatkan besi cor meleabel special. Spesimen uji ketangguhan retak berbentuk
CTS (Compact Tension Specimen) dengan variasi ketebalan 12 mm, 15 mm, 18 mm dan
juga dilakukan uji tarik, uji metalografi dan uji kekerasan. Pengujian
ketangguhan terhadap retak dilakukan dengan mesin servohydrolic-servopulser.
Hasil
pengujian tarik menunjukkan bahwa kekuatan tarik besi cor putih lebih rendah
dibandingkan dengan besi cor meleabel, sementara kekerasan besi cor putih lebih
tinggi dari besi cor meleabel. Hasil pengujian tarik dipakai untuk menentukan σys
sebagai estimasi pembebanan pada pengujian ketangguhan retak. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa ketangguhan terhadap retak besi cor meleabel lebih tinggi
dari pada besi cor putih..
Kata kunci : fracture toughness, cil casting, heat treatment,
aniling
PENDAHULUAN
Secara
umum besi cor merupakan material yang cenderung getas/britle. Sementara itu
pemakaian material besi cor di dalam industri sangat banyak dan semakin meluas.
Dengan adanya fenomena tersebut, maka akan menjadi menarik untuk diketahui
seberapa besar ketangguhan retak untuk besi cor putih dan besi cor meleabel.
Besi cor putih merupakan
material yang sangat getas dan belum mengalami perlakuan panas sedangkan besi cor meleabel adalah besi cor yang sudah mengalami perlakuan panas.
material yang sangat getas dan belum mengalami perlakuan panas sedangkan besi cor meleabel adalah besi cor yang sudah mengalami perlakuan panas.
Broek (1986) dalam bukunya menuliskan bahwa sebagian besar
kerusakan konstruksi disebabkan oleh beban berulang atau berfluktuasi. Jika
fluktuasi tegangan ini cukup besar dan berulang-ulang, kegagalan struktur dapat
terjadi walaupun tegangan maksimum yang terjadi pada elemen struktur tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan materialnya. Kegagalan ini dikatakan
sebagai kegagalan fatik atau kelelahan. Kelalahan adalah proses peretakan
kemudian merambat di bawah beban yang berulang atau berfluktuasi.
Retak pada suatu mesin atau pada suatu konstruksi sering terjadi
dan sering tidak dapat dihindari, dan apabila ini ada akan sangat berbahaya dan
dapat menyebabkan kegagalan elemen atau konstruksi tersebut dalam berfungsi.
Retak ini dapat timbul saat pembebanan maupun saat fabrikasi elemen tersebut.
Ketangguhan (Toughness) yaitu merupakan kemampuan suatu
material untuk berdeformasi secara plastis dan mengabsorbsi energi sebelum dan
selama terjadi kerusakan/perpatahan. Mekanisme perpatahan ada 2 macam yaitu
perpatahan getas (clevage fracture) dan perputaran ulet (ductile
fracture).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh besi cor meleabel dari
besi cor putih dengan cara heat treatment dan membandingkan ketangguhan
retak antara besi cor putih dan besi cor meleabel.
LANDASAN TEORITIS
Nadot, dkk (1996) meneliti
tentang penyebaran retak fatik pada besi cor grafit speroidal (Spheroidal
Graphite Cast Iron) atau SGI. Pada penelitian ini dilihat permukaan patah
cenderung menunjukkan bahwa kerusakan permukaan lebih berbahaya daripada
kerusakan di dalam. Hal ini dapat menandakan adanya efek lingkungan pada
penyebaran retak. Penelitian ini menyimpulkan adanya sensitifitas yang tinggi
pada material SGI oleh lingkungan yaitu rata-rata perambatan retak lebih tinggi
dalam udara daripada vakum.
Penelitian untuk perbaikan
ketangguhan retak dilakukan oleh Lam, dkk (1994) pada material alumunium paduan
6351-TG, dengan teknik Therrmo-mechanical. Paduan alumunium ini adalah
bahan tabung gas, yang menerima beban fatik berupa tekanan dari dalam.
Dijelaskan, beban static yang berupa tekanan internal akan menyebabkan lipatan
dan goresan berkembang menjadi sebuah retak yang akibatnya kebocoran atau yang
lebih berbahaya berupa ledakan. Dan kesimpulan dari penelitian ini adalah
mengkonfirmasikan kemungkinan perbaikan ketangguhan retaknya.
Pengaruh pemanasan local
terhadap ketangguhan retak fatik untuk material plat baja “Grade B” diteliti
oleh Subarmono, dkk (1999). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa
ketangguhan perpatahan kritis yang diperoleh masih dalam kondisi plane
stress karena ketebalan plat masih terlalu kecil.
Hasil penelitian yang
dilakukan Burhan, dkk (1998) menunjukkan bahwa ketangguhan terhadap retak akan
meningkat setelah dilakukan perbaikan komposisi bahan baku dan pembuatan
cetakan, tetapi belum sampai perbaikan melalui perlakuan panas (Heat
treatment).
Efek dari tes temperatur
terhadap ketangguhan material ADI (Autempered Ductik Iron) diteliti oleh
Hso, dkk (1999) dengan variasi suhu –1500C, 250C dan
+1500C
yang menyatakan bahwa ketangguhan material ADI di atas ausferit lebih baik
daripada di bawah ausferit.
Mengingat belum adanya
penelitian yang memfokuskan pada ketangguhan retak untuk material besi cor
putih dan meleabel, maka perlu diketahui mengenai perbandingan ketangguhan
terhadap retak antara besi cor putih (belum diberikan perlakuan panas) dengan
besi cor meleabel, yaitu besi cor putih yang sudah diberikan perlakuan panas.
A. Besi Cor Putih
Untuk memperoleh besi cor
putih, sebagai dasar, dipergunakan besi kasar putih. Besi kasar putih mempunyai
kadar silicon rendah (sekitar 0,5%) dan kadar mangan yang tinggi. Oleh karena
itu pembentukan sementit meningkat. Besi cor putih mengandung sementit setelah
pendinginan. Besi cor putih dengan kadar karbon (C) sekitar 1,8% hingga 3,6%
dan kandungan silicon sekitar 1% mengandung banyak sementit. Dan banyaknya sementit
bersifat sangat keras tetapi rapuh. Besi cor putih memiliki kekerasan yang
sangat besar, akan tetapi kekuatan tariknya sangat rendah dan tegangannya
sangat kecil. Besi cor putih namanya berasal dari bidang patah berwarna putih,
yang diperoleh dari sementit putih. Pada waktu pembuatan, pembekuan harus cukup
cepat agar terbentuk besi cor putih, besi cor ini tidak boleh memiliki
bagian-bagian yang tebal. Bila benda tebal, serpih-serpih grafit dapat terjadi
sewaktu pembekuan. Tebal maksimum coran sekitar 20-30 mm tergantung pada kadar
silicon dan daya hantar panas dinding cetakan. Benda yang tebal mempunyai
lapisan permukaan dari besi cor putih yang disebut “Chill” selama proses
pengecoran dan bentuk besi cor kelabu pada bagian dalam, yang pendinginannya lebih
lambat.
B. Besi Cor Meleabel (Besi Cor Mampu Tempa)
Besi
cor meleabel menurut strukturnya digolongkan menjadi besi cor meleabel perapian
putih dan besi cor meleabel perapian hitam. Besi cor meleabel perapian putih
dibuat dengan proses penghilangan karbon pada besi cor putih, sehingga kulitnya
berubah menjadi ferit dan struktur dalamnya terdiri dari matriks perlit dengan
karbon yang bulat. Besi cor putih lebih banyak digunakan sebagai besi cor
meleabel. Bila besi cor putih dianiling, maka sementit akan terurai menjadi
besi dan grafit. Grafit yang terjadi tidak berbentuk serpih/lamel, tetapi
berbentuk gumpalan/roset dalam logam padat. Grafit ini tidak memiliki tepi-tepi
yang tajam seperti gumpalan/lamel grafit. Oleh karena itu logamnya memiliki
keuletan tertentu dan lebih mampu tempa dibandingkan dengan besi cor putih.
Besi cor meleabel perapian hitam juga dibuat dengan melunakkan besi cor putih.
Tetapi dalam hal ini sementit terurai menjadi ferit dan grafit sehingga
patahannya kelihatan hitam. Besi cor ini sangat liat. Besi cor perapian putih
mempunyai kandungan belerang yang tinggi dan silisium yang rendah, sedangkan
besi cor perapian hitam mempunyai kandungan silisium tinggi dan belerang
rendah. Grafik berikut adalah proses aniling dari besi cor meleabel special
(Rajan, dkk, 1997) :
Besi
cor meleabel special ini yang perlu diperhatikan yaitu komposisi kimia C, Si
dan Cu (2,5 - 2,8 % C; 2,5 – 3,3 % Si; 0,5 – 0,7 % Mg; 1,0 % Cu; 0,1 % S; 0,1 %
P dan sisanya Fe)
Gambar 1. Grafik aniling besi cor meleabel special
No comments:
Post a Comment