TEKNIK WATERMARKING DALAM
KAWASAN ALIHRAGAM WAVELET. Penyebaran data digital yang berkembang saat ini memiliki dua
pokok persoalan: pertama, hasil dan mutu reproduksi yang sama persis dengan
aslinya, sehingga dimungkinkan sekali penggandaan dalam skala besar. Kedua,
pengguna yang tidak sah dapat menggandakan dan menyebarkan sendiri untuk
keuntungan pribadi, tanpa dapat dicegah atau dilacak.
Sehingga diperlukan metode agar penyebaran data masih dapat
memberikan data pemilik yang sah yang nantinya bila terjadi delik pengaduan,
data digital yang digandakan dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan yang
sah.
Teknik watermarking adalah bentuk proteksi copyright dengan
menambahkan ‘mark’ berupa data bit atau data citra yang disisipkan dalam data
digital. Bila terjadi penggandaan, mark ikut masuk pula dalam data penggandaan
tersebut.
Simulasi Matlab untuk teknik watermarking dalam kawasan alihragam
wavelet (khususnya stationary wavelet transform), dengan mark berbentuk citra,
akan menghasilkan citra watermarking yang nyaris sama dengan data asli (nilai
korelasi = 0,9999) yang tahan terhadap gangguan yang ada (penskalaan, rotasi,
pemotongan, kompresi, dan pemfilteran).
Katakunci: Alihragam, wavelet, watermarking, mark
Latar Belakang
Dengan perkembangan Internet dan adanya sumber berbagai proses computing
di mana-mana, perlu adanya pengakuan hak cipta atas karya di bidang
digital, seperti penyebaran citra, MP3, dan Video. Dalam bentuk digital,
penyebaran karena pengkopian sangat sulit dihentikan ataupun dibawa ke
pengadilan, karena hasil pengkopian sama persis dengan masternya. Untuk itu,
perlu teknik tertentu agar pengkopian dapat dilacak atau pengkopian illegal itu
dicegah.
Maka diinginkan suatu cara penyebaran informasi (data) secara
mudah seperti lewat Internet, karena setiap orang dapat mengakses dan mengkopi informasi
tersebut, tetapi
di sisi lain diinginkan untuk informasi tertentu, hanya yang berlisensi sajalah yang dapat menggunakan dan mengkopinya. Metode pengamanan data telah banyak dilakukan diantaranya steganografi, enkripsi, dan fingerprint. Untuk steganografi murni tidak banyak dilakukan vendor, karena tidak diinginkan user kesulitan dalam mengurai sandi yang ada didalamnya. Untuk pengamanan enkripsi, bila telah diketahui dekripsinya, maka data tadi dapat diperbanyak lagi tanpa kesulitan berarti. Untuk pengamanan fingerprint yang utamanya digunakan untuk melacak asal-usul data tidak dapat berpengaruh banyak, sebab user yang tidak berlisensi tidak memperdulikan apakah data yang digunakan asli atau tidak.
di sisi lain diinginkan untuk informasi tertentu, hanya yang berlisensi sajalah yang dapat menggunakan dan mengkopinya. Metode pengamanan data telah banyak dilakukan diantaranya steganografi, enkripsi, dan fingerprint. Untuk steganografi murni tidak banyak dilakukan vendor, karena tidak diinginkan user kesulitan dalam mengurai sandi yang ada didalamnya. Untuk pengamanan enkripsi, bila telah diketahui dekripsinya, maka data tadi dapat diperbanyak lagi tanpa kesulitan berarti. Untuk pengamanan fingerprint yang utamanya digunakan untuk melacak asal-usul data tidak dapat berpengaruh banyak, sebab user yang tidak berlisensi tidak memperdulikan apakah data yang digunakan asli atau tidak.
Penyebaran melalui Internet tersebut masih menjadi kekawatiran
pihak vendor, karena bagi user yang berlisensi dapat saja memperbanyak
data yang diterima, disebarkan tanpa ijin vendor tersebut, sehingga perlu cara
lainnya agar data dapat dilacak asal usulnya, yang dikenal dengan teknik
pengamanan watermarking.
Tujuan watermarking adalah untuk proteksi copyright dengan
menambahkan ‘mark’, yang umumnya berguna untuk mengidentifikasi pemilik
yang sah. Mark dapat berupa nomor register (seperti UPC: Universal Producer
Number) yang dijumpai dalam CD, pesan teks, atau gambar berupa logo.
Sedangkan data yang hendak diberi watermark umumnya berupa citra.
Teknik watermarking yang berkembang saat ini, masih
memiliki kekurangan dalam hal ketahanan di dalam menghadapi pemfilteran dan
proses geometri citra. Untuk itu, dikembangkan metode lain: ‘Teknik watermarking
dalam kawasan alihragam wavelet’ agar teknik watermarking tersebut
lebih kokoh terhadap serangan yang ada.
Istilah steganografi atau menyembunyikan informasi sejarahnya
telah dimulai sejak jaman Yunani kuno ketika seorang raja hendak mengirimkan
pesan rahasia yang harus melewati daerah musuh. Raja tersebut memanggil budak
kepercayaannya untuk kemudian mentato pesannya diatas kulit kepala, begitu
rambut budak tersebut tumbuh, dikirimlah budak tersebut hingga ke tujuannya.
Teknik demikian terus berkembang hingga pada abad 20, ketika tentara Jerman
menyembunyikan informasi dengan cara menulis pesan dengan tinta yang tidak
dapat dilihat. Begitu sampai di tujuan, pesan tersebut diolah sedemikian rupa
hingga tulisannya muncul.
Teknik steganografi saat ini berkembang kearah penggunaan
komputer. Aplikasi yang telah menggunakannya antara lain dalam bentuk service
data digital dan multimedia. Personal Computer dengan koneksi Internet
memberikan andil besar dalam distribusi data digital, dan juga karena dalam
operasionalnya mudah serta cepat, menyebabkan makin berkembangnya jasa
penjualan aplikasi Electronic Commerce dan service online lewat koneksi
Internet ini.
Meskipun data digital memiliki beberapa keunggulan dibanding
analog, service provider enggan menawarkan service dalam bentuk digital, sebab
takut adanya duplikasi tidak sah dan belum adanya bukti yang kuat perihal keabsahan
kepemilikan barang digital (copyright).
Untuk menyediakan proteksi copy dan proteksi copyright bentuk
digital audio dan video, steganografi dikembangkan menjadi dua bentuk
pengamanan: encryption dan watermarking [Langelaar: 2000]. Teknik encryption
digunakan untuk memproteksi data digital selama transmisi dari pengirim ke
penerima, sehingga setelah data diterima dan di-decryp, data itu terbebas dari
proteksinya dan bersih. Sedangkan teknik watermarking, yang merupakan bentuk
komplemen encryption, dilakukan dengan cara menambahkan kode rahasia dalam
taraf jauh di atas ambang berupa watermark langsung ke data. Setelah data
diterima dan di-decryp, watermark itu tetap menempel di data aslinya, sehingga
data tidak dalam bentuk bersih (tetapi data dapat diterima seperti aslinya,
dimana tambahan watermark tidak mengganggu data asli).
Untuk saat ini, seiring dengan kemajuan teknik digital, teknik
steganografi berkembang kearah bentuk menempelkan logo dalam informasi yang
dapat dilihat (watermarking tampak), atau logo yang tidak dapat dilihat
(watermarking tidak tampak) yang disimpan dalam citra digital. Sekarang,
watermark dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan dalam persidangan
[Langelaar: 2000].
Untuk host yang berbentuk citra atau disebut citra asli, dapat
disisipi watermark berupa bit data yang dibentuk melingkar [Licks:1999], atau
citra lainnya yang berbeda tingkat energinya seperti dalam kawasan wavelet
[Meerwald: 2001], dengan menggunakan pengaman umum berupa derau atau noise
pseudorandom sebagai secret/public key [Kutter: 1999] [Meerwald: 2001].
Diperoleh hasil untuk spatial domain memiliki kelebihan dalam hal
komputasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domain transform, tetapi
kekurangannya yaitu kapasitas untuk spatial domain yang terbatas sehingga
kurang efektif bila ada serangan watermarking [Nphaze: 2000].
Terdapat beberapa macam transform domain yang dapat digunakan
sebagai media ‘pertemuan’ antara watermark dengan data yang berupa gambar atau
bit teks. Semua algoritma transform domain dianggap sebagai watermarking
robust, yang menawarkan akses operasi ke komponen frekuensi dalam citra asli
[Langelaar: 2000]. Diantaranya: DCT (discrete cosine transform), DFT (discrete
Fourier transform), dan DWT (discrete wavelet transform). Untuk domain
transform seperti Fourier transform meng-code data dalam keseluruhan frekuensi
citra asli, sedangkan untuk spatial domain menempatkan data ke citra melalui
sebagian pergeseran bit sehingga metode Fourier transform dalam watermarking
lebih kokoh terhadap gangguan yang ada.
Diantara ketiga transform domain itu, DWT memiliki kelebihan dalam
hal ketelitian analisis terhadap berbagai sinyal transform [Meerwald, 2001].
Koefesien transformasi hasil DWT selanjutnya digabungkan dengan data watermark
yang juga telah dipersiapkan guna penggabungkan. Pemilihan penggabungan dapat
terjadi pada kisar frekuensi low – high.
Adapun teknik watermarking dalam spatial domain dilakukan dengan
cara menambahkan pola noise pseudorandom ke nilai luminans piksel-nya. Umumnya
pola noise pseudorandom terdiri atas integer {-1,0,1}, meski nilai floating
point dapat pula digunakan. Pola itu dihasilkan dengan berdasarkan kunci
misalnya , seeds, linear shift registers, atau randomly shuffled binary images.
Keterbatasan dari metode ini, yaitu tidak meratanya energi dalam pola, sehingga
pola tidak ada korelasi dengan isi host image. Untuk membuat watermark image
Iw(x,y) maka pola random k(x,y) dikalikan dengan faktor gain kecil dan
ditambahkan ke host image I(x,y). Untuk mendeteksi watermark dalam image
I’w(x,y) dihitung dengan mengkalkulasi korelasi diantara image I’w(x,y) dan
pola noise pseudorandom k(x,y).
Gambar 1 Skema pembentukan
dan penguraian dalam teknik watermarking [Kutter: 1999]. Dalam skema
penguraian, citra asli digunakan sebagai pembanding untuk menghasilkan
watermark atau mark.
Pada
saat mendeteksi keberadaan mark dalam watermarking, terdapat dua tipe
kesalahan. Pertama, dapat mendeteksi keberadaan watermark, meskipun sebenarnya
tidak ada di dalamnya. Ini disebut false positive. Kedua, detektor menolak
keberadaan watermark, meski sebenarnya ada. Ini disebut false negative.
Pemrosesan Citra dalam Matlab
Dasar struktur data di Matlab adalah array, yang berisikan elemen
bilangan real atau kompleks. Karena bentuknya berupa bilangan array sehingga
struktur Matlab cocok untuk mewakili citra [Image Processing Toolbox: 2000].
Matlab menyimpan citra tersebut dalam array dua-dimensi (yaitu
Matriks), tiap elemen matriks berhubungan dengan piksel tunggal dalam citra
yang tampil. Piksel (pixel atau picture element) menyatakan dot tunggal dalam
tampilan komputer. Bila citra tersusun atas 200 baris dan 300 kolom, dot matriks
tersebut tersimpan dalam Matlab sebagai matriks 200x300.
Dalam keadaan baku (default), Matlab menyimpan data dalam array
kelas dobel, yaitu bentuk double precision floating point number yang
berkapasitas 64-bit. Untuk itu, setiap fungsi dalam Matlab bekerja dalam kelas
dobel [wavelet toolbox: 2000], termasuk di dalamnya operasi untuk alihragam
wavelet.
Dalam proses selanjutnya, presentasi data kelas dobel ini tidak
selalu ideal sebab jumlah piksel dalam sebuah citra dapat sangat besar,
misalnya citra berukuran 1000x1000 akan memiliki jutaan piksel. Bila tiap
piksel sedikitnya satu elemen array, maka citra tersebut memerlukan kurang
lebih 8 megabytes memori.
Guna mengurangi memori, Matlab mendukung penggunaan penyimpanan
data dalam array kelas uint8 dan uint16. Data dalam array ini disimpan sebagai
8 bit atau 16 bit integer.
Indeks Citra
Indeks
citra terdiri atas data matriks X, dan colormap matriks map. X dapat diisi data
kelas apa saja (uint8, uint16, atau dobel). Map merupakan array mx3 dalam kelas
dobel yang berisikan nilai floating point dalam kisar [0,1]. Tiap baris map
menentukan intensitas tiga warna RBG: red, green, dan blue guna membentuk warna
tunggal. Indeks citra menggunakan metode penempatan langsung (direct mapping)
nilai piksel ke nilai colormap. Warna tiap pixel ditentukan dengan menggunakan
hubungan nilai X sebagai sebuah indeks ke map. Nilai angka 1 menunjukkan ke
baris pertama dalam map, nilai angka 2 menunjukkan baris kedua, dan seterusnya.
Colormap
sering disimpan bersamaan dengan indeks citra, dan secara otomatis melekat
dengan citra saat dipanggil dengan fungsi imread.
Intensitas Citra
Intensitas
citra merupakan data matriks yang bernilai dalam kisar tertentu yang tersimpan
dalam matriks tunggal, dengan tiap elemen matriks berhubungan dengan satu
piksel. Matriks dapat dimasukkan dalam kelas dobel, uint8, atau uint16.
sementara itu intensitas citra jarang disimpan dengan colormap, dan untuk
memanggilnya digunakan perintah colormap.
Elemen
intensitas matriks dengan nilai kisar tertentu atau sering disebut kisar level
gray, untuk nilai 0 menunjukkan warna hitam dan nilai-nilai: 1 (kelas dobel),
255 (kelas uint8), atau 65535 (kelas uint16) menunjukkan warna putih sebagai
nilai intensitas tertinggi. Untuk citra grayscale nilai map-nya berisi tiga
nilai intensitas warna, nilai intensitas dengan kisar dari hitam ke putih.
Alihragam Wavelet
Ide
dasar DWT satu dimensi (sinyal) sebagai berikut: sinyal dipecah menjadi dua
bagian, bagian frekuensi rendah dan bagian frekuensi tinggi. Bagian frekuensi
rendah dipecah lagi menjadi bagian frekuensi rendah dan bagian frekuensi
tinggi. Proses pemecahan diteruskan hingga sinyal seluruhnya telah
di-dekomposisi atau dihentikan oleh user. Dari koefesien DWT, sinyal asli dapat
direkonstruksi. Proses rekonstruksi disebut inverse DWT (IDWT). Secara
matematis, filter lowpass dan highpass dinyatakan sebagai berikut:
Pengujian
Ujicoba
menyembunyikan data citra ke beberapa citra asli, digunakan untuk
memperlihatkan kesamaan bentuk pandang antara citra asli dengan citra
watermarking. Ujicoba dianggap berhasil bila penguji sulit membedakan antara
citra asli dengan citra watermarking secara visual.
Citra
watermarking dianggap aman atau tahan dari perusak bila citra watermarking
tersebut gagal dipisahkan antara citra asli dengan datanya. Adapun perusakan
yang diuji disini berupa perlakuan operasi citra, diantaranya: mengubah ukuran
(resize), pemotongan (cropping), pemutaran (rotasi), dan kompresi (compress).
Tabel 1 Nilai korelasi citra asli dengan watermarking dalam
menentukan derajat komposisi SWT
Dengan
menggunakan pedoman dekomposisi SWT sebesar 26 dan rekonstruksi 35, teknik watermarking
tahan terhadap serangan yang ada seperti terlihat dalam bentuk grafik seperti
dalam Gambar 2.
Kesimpulan
Teknik
watermarking mendapatkan citra watermarking terbagus dengan nilai korelasi =
0.9999, saat mencapai nilai dekomposisi 26 dan rekonstruksi 35. Dengan proses
penskalaan, rotasi, dan pemotongan menyebabkan tampilan citra watermarking
masih seperti aslinya.
Proses
kompresi menyebabkan penurunan kualitas citra mark dengan cepat seiring dengan
penurunan opsi kualitas, tetapi untuk kualitas citra watermarking tidak begitu
terlihat hingga nilai quality dibawah 10 (kompresi 90%).
Secara
keseluruhan, teknik watermarking dalam kawasan alihragam wavelet ini masuk
dalam kategori kokoh terhadap serangan dan memiliki bentuk seperti aslinya.
Gambar 2 Teknik Watermarking
No comments:
Post a Comment