Pengembangan energi biogas sebagai alternatif mengurangi
ketergantungan energi minyak bumi dari limbah organik. Indonesia sebagai
negara agraris kebutuhan pupuk sangat dominan. Untuk mencukupi kebutuhan pupuk,
petani dapat membeli pupuk kimia, membeli pupuk organik, atau membuat pupuk
organik sendiri. Namun dengan pertimbangan lebih praktis, petani lebih suka
membeli pupuk kimia. Sebagai akibatnya sisa-sisa daun bahkan kotoran ternak
dianggap sebagai sampah yang tidak berguna mengotori dan dibakar begitu saja,
mencemari udara.
Khusus
petani di dataran tinggi, meskipun sudah menggunakan pupuk kimia, tetap
membutuhkan pupuk kandang/kompos untuk menanam sayur-sayuran. Mengingkatnya
harga pupuk dan obat-obatan yang tidak sebanding dengan harga jual produk
pertanian menyebabkan petani menjadi sulit untuk mempertahankan hidup dari
sektor pertanian.
Dilain
pihak, masyarakat membutuhkan energi untuk memasak, penerangan,
kegiatan industri sementara harga minyak bumi, listrik dan gas alam cair
(LPG) yang terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun. Disamping itu Indonesia
suhunya sangat cocok untuk perkembangan bakteri, khususnya bakteri penghasil
gas metan, maka teknologi tepat guna Biogas merupakan salah satu alternatif
untuk mengatasi permasalahan energi.
Bagaimana
agar limbah organik ini tidak kita pandang sebagai problem sampah
yang mengotori lingkungan, namun sebaliknya justru sebagai sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan, dan dibutuhkan ?
Melalui
forum RAPI 2002 ini penulis mengajak para peneliti, praktisi untuk dapat
membantu, kerjasama membuat rekayasa pengembangan teknologi penggunaan sumber
energi gas-bio.
Kata
kunci :
Biogas/gas-bio
: gas hasil fermentasi bahan organik oleh bakteri metan sebagai sumber energi
.
TEKNOLOGI
BIO-DIGESTER (BIOGAS)
Landasan
Teori
Ada
3 cara dekomposisi glukose :
1.
Secara Respirasi Aerobik
C6 H12 O6 +6O2 6CO2 +6H2O
2.
Secara Resprasi Anoxic
2 C6H12O6 +4NO3 →
6CO2 +6H2O+ 2N
3.
Secara Fermentasi Anaerobik
C6 H12 O6 → 3CH4 +3CO2
I.Definisi
Gas-bio adalah gas hasil proses fermentasi bahan organik oleh
bakteri metan (methanogen backteria) pada kondisi anaerob. Gas bio
tersebut merupakan campuran dari berbagai gas al : CH4 (54-70)
%, CO2 (27-45)%,
O2 (1-4)
%, N2 (0,5
- 3) %, CO (± 1 %) & H2S <<<<.
Campuran
gas ini mudah terbakar bila kandungan CH4 (methana) melebihi 50 %.
Biogas
dari kotoran sapi ini mempunyai kandungan methana (CH4) ± 60 % sehingga sangat
memungkinkan untuk bahan sumber energi.
II.
Konstruksi Bio-Digester
Berdasarkan sistim penyimpanan gas ada 3 macam jenis digester
(tempat pengolahan limbah) biogas yaitu :
A. Fixed dome digester ( digester permanen)
Digester
permanen (bahannya dari : pasangan batu bata, pasangan batu kali, atau beton)
dengan ruangan penyimpanan gas berada diatasnya. Digester jenis ini ruangan
gasnya sudah tetap (tidak berubah, tidak mengecil atau membesar seperti jenis
yang lainnya).
.
B. Digester Dengan Drum Mengapung
Prinsip
kerjanya seperti gb (A) hanya tandon pengolah (digester) dari bahan bangunan
yang permanen misalnya pasangan batu-bata, pasangan batu kali, beton dsb,
sedang tempat penyimpanan gasnya dengan drum (dari bahan plat, fiber glas,
dll).
Drum ini dapat mengapung bila produksi gasnya banyak dan menurun
(tenggelam) bila gasnya sedikit/dipakai. Slury (sisa pengolahan) akan keluar
sendiri karena tekanan gasnya. Digester type ini mudah cara mendeteksi adanya
gas namun perlu perawatan rutin, yaitu pengecatan drum .
C. Digester Tutup Plastik
Tanah digali diisi campuran kotoran dengan air. Konstruksi ini
biaya pembangunannya murah, ruang penyimpanan dari bahan plastik sehingga dapat
menyesuaikan (menggelembung bila gasnya banyak dan mengecil bila gasnya
sedikit). Digester tipe ini yang paling murah biaya konstruksinya, namun
plastiknya mudah rusak sehingga perlu biaya merawatan untuk membeli plastik
secara terus menerus. Tekanan gas diperoleh dengan memberi pemberat diatas
plastik tersebut, misalnya dengan diberi kayu, kantong diisi pasir dsb. Setelah
mengetahui beberapa keunggulan dan kelemahan masing-masing maka kita dapat
memilih jenis mana yang lebih kita sukai dengan perytimbangan kondisi setempat.
Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas tipe digester permanen dengan
pertimbangan biaya perawatannya paling murah dan mudah mengoperasikannya.Untuk
selanjutnya kita pembicaraan kita Bio-digester tipe digester permanen.
III.
Proses pembentukan gas-bio
Bila
selesai pembangunannya, digester diisi dengan (kotoran sapi : air kencing +
air) dengan perbandingan yang ideal 1:1 diaduk merata. Pengisian untuk fixed
dome digester hingga penuh melimpah ke dasar bak pelimpahan. Kemudian tutup
digester dipasang dengan tanah liat sebagai sealnya, diisi air hingga penuh.
Pada kondisi anaerob maka bakteri aceton dan bakteri metan akan menguraikan
bahan organik yang mengandung : protein, lemak dan karbohidrat. Bakteri
tersebut akan berkembang biak pada suhu antara 15oC-35oC, suhu
optimal antara (32-35)o celsius. Pada proses tsb. bakteri metan
akan memotong (menguraikan) rantai carbon yang panjang menjadi unsur-unsur yang
lebih sederhana menjadi gas bio, serta slury (sisa pengolahan
berupa pupuk organik yang siap pakai). Pupuk slury ini sangat bermanfaat bagi
tanaman karena mempunyai unsur hara yang tinggi. Berdasarkan hasil test
laboratorium, dari proses ini akan dapat menurunkan BOD & COD sekitar 90 %,
sangat membantu mengatasi polusi lingkungan, relatif tidak berbau.
PRODUKSI
GAS-BIO DAN SLURY (PUPUK ORGANIK CAIR)
Dari proses degradasi oleh bakteri tersebut akan menghasilkan gas-bio
dan slury (pupuk organik cair) yang siap pakai.
Produksi
gas yang dihasilkan tergantung pada :
•
Kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung dalam kotoran.
•
Lamanya waktu pembusukan minimal 30 hari, semakin lama pembusukan semakin
sempurna prosesnya.
•
Suhu didalam digester 15o C s/d 35o C
•
Untuk limbah organik kotoran sapi, perbandingan campuran kotoran dengan air
kencing + air, campuran yang ideal 1:1.
Berdasarkan
pengalaman lapangan penulis (telah membangun lebih dari 300 unit biogas) pada
suhu sekitar 25 o celcius 1 ekor sapi setiap harinya dapat memproduksi
gas-bio sekitar ± 600 liter gas-bio. Kebutuhan 1 rumah tangga sekitar (1.200 -
2.000) liter/hari.
IV.
PEMANFAATAN GAS-BIO & SLURY
a. Gas-bio
Gas-bio merupakan campuran
berbagai macam gas sumber energi dengan kandungan methan (CH4) ≥ 60 %. Karena
kandungan gas metannya tinggi dapat dipakai sebagai sumber energi, misalnya:
Untuk
kompor, lampu penerangan (petromak), penghangat ruangan anak ayam (gasolec),
refregerator, water heater, memotong plat dan mengelas, mesin diesel ( dual
fuel ) dsb.
Metan akan siap terbakar jika bercampur sempurna dengan udara
(5-15) % dari gas metan. Dan suhu pembakaran dalam silender akhir kompresi
untuk mesin tidak lebih dari 700 o C, diatas suhu bakar solar,
namun dibawah suhu ledak. Untuk biogas sekala besar (Perusahaan) penggunaan gas
generator pengganti listrik perlu dikembangkan. Uji coba yang pernah penulis
lakukan adalah dengan mesin diesel sistem dual fuel secara teoritis
penghematan penggunaan bahan bakar solar maximal 95%. Pada mesin yang
penulis cobakan effisiensinya baru sekitar 50 %.
b. Slury Untuk Pertanian
Sisa proses bio-digester
berupa slury. Slury ini merupakan pupuk organik yang siap dipakai. Kandungan
unsur haranya tinggi, sehingga sangat baik untuk pemupukan tanaman. Untuk
tanaman sayuran, buah-buahan pemupukannya tidak secara terus menerus, seperti halnya
memupuk dengan kompos atau pupuk kimia. Namun pada lahan yang khusus ditanami
rumput dapat terus menerus dialiri slury cair ini.
Pemanfaatan Slury.
Terdapat 4 cara pengelolaan slury yang biasa dilakukan oleh petani
biogas
1. Pemanfaatan slury cair
Pada keadaan cair kandungan unsur hara yang diperlukan bagi
tanaman masih tinggi, terutama Nitrogen yang mudah menguap (bila dikeringkan),
maka dianjurkan untuk memakai slury yang masih cair.
Untuk memudahkan pengangkutan dalam keadaan cair adalah dengan
membuat parit, sehingga slury cair dapat mengalir dengan sendirinya (bila
kemiringan lahan memungkinkan). Untuk lahan yang jauh dari bangunan digester
dapat diangkut dengan ember plastik.
2. Pengomposan
Cara lain pemanfaatan slury ialah untuk mempercepat proses
pengomposan . Sisa rumput yang tidak termakan, limbah dapur, daun-daun, limbah
pertanian yang tidak terpakai dipotong kecil-kecil, ditampung dalam bak
penampungan kompos. Sampah organik tersebut ditumpuk pada ketinggian sekitar 20
cm lalu disiram dengan slury cair, setelah itu ditumpuk lagi dengan sampah
organik setebal 20 cm lagi, kemudian disiram dengan slury cair dan seterusnya..
Nitrogen dalam slury tersebut akan dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk
menghancurkan sampah organik tsb.menjadi kompos. Selama proses pengomposan
sampah organik dibolak-balik 2-3 kali. Selama kurang lebih 1 s/d 3 bulan sampah
organik tersebut akan menjadi pupuk kompos, lamanya proses pengomposan sangat
tergantung dari besar kecilnya pemotongan, seringnya pembalikan (agar bakteri
memperoleh oksigen), serta kekentalan slury. Agar kualitas kompos bagus maka
tempat pengomposan harus diberi atap (terlindung dari terik matahari & air
hujan).
3. Pengeringan Slury.
Mengangkut slury cair secara manuaal ke lahan pertanian merupakan
problem tersendiri. Umumnya petani tidak begitu suka mengangkut slury cair
karena berat dan kotor. Untuk memudahkan pengangkutan slury, slury yang cair
disaring dengan bak saringan pasir cepat (yang terdiri dari bagian bawah batu,
bagian tengah krikil dan bagian atas pasir). Slury cair dialirkan pada bak
penyaringan. Maka ampas dari slury akan terpisah pada bagian atas pasir. Slury
tersebut akan mudah mengering, setelah kering dapat dengan mudah diangkut ke
lahan pertanian. Air slury (sisa penyaringan) akan meresap kebawah dapat
dialirkan ke kolam ikan.
Slury kering ini kandungan nutrisinya jauh berkurang, maka
dianjurkan untuk memakai slury dalam keadaan cair/basah.
4. Kolam ikan
Kandungan oksigen dalam air slury umumnya rendah, karena proses
didalam digester secara anaerob. Agar ikan dalam kolam tidak kekurangan oksigen
harus ditambah/dicampur dengan air segar. Air slury yang dialirkan ke kolam
ikan akan mempercepat tumbuhnya tumbuhan air, plankton pengganti makanan ikan.
V. DAUR ULANG LIMBAH ORGANIK
Semua
limbah organik yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat umumnya dapat
menghasilkan gas-bio.
Contoh skema daur ulang limbah organik (kotoran
hewan) dengan sistem biogas, sangat sesuai dengan konsep pembangunan
berkelanjutan.
Gb.D (Siklus daur ulang
limbah peternakan dengan bio-digester)
KESIMPULAN
• Produksi gas-bio dari limbah organik sangat bervariasi
tergantung, suhu didalam digester, kandungan protein, lemak, dan karbohidrat,
dalam limbah organik tersebut. Namun berdasarkan pengalaman pada suhu sekitar
25 O C,
untuk biogas dari kotoran ternak produksi satu ekor sapi sekitar 600 liter
gas-bio perhari. Sehingga satu rumah tangga di pedesaan membutuhkan energi
gas-bio yang dihasilkan dari kotoran sapi minimal 3 ekor.
• Penerapan teknologi biogas ini akan sangat membantu mengatasi
problem pencemaran lingkungan, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Pengurangan polusi (BOD dan COD) sekitar 90 %.
• Slury relatif tidak berbau, sangat berguna bagi tanaman dan
dapat menggemburkan tanah sehingga mencegah erosi tanah.
• Penggunaan gas-bio untuk sebagai sumber energi misalnya untuk :
lampu penerangan, kompor, penghangat ruangan, refregerator, subtitusi bahan
bakar mesin diesel, water heater, dll. Untuk biogas skala besar misal pada
perusahaan perlu inovasi penggunaan gas secara optimal misal: untuk sumber
energi mesin diesel (dual sistem) secara teoritis dapat menghemat
penggunaan solar sekitar 95 % atau sistem singgle fuel dengan convert.
No comments:
Post a Comment