REKAYASA
PERANCANGAN DALAM ARSITEKTUR
DEKONSTRUKSI. Rekayasa adalah
kegiatan perancangan tidak routin/teratur yang menghasilkan kontribusi baru
(Umar,1994). Arsitektur merupakan salah satu bidang ilmu teknik yang mengarah
pada perencanaan dan perancangan lingkungan buatan (kawasan kota atau
bangunan). Pada tahun 1988 di New York beberapa arsitek mengadakan pameran
dengan tema “ Deconstructivist Architecture” . Dekonstrusi merupakan pengganti
dari present to historic didalamnya mengandung unsur anti historic, “transitory
(temporer), “contingent (tidak teratur) dan Fleeting (temporer) pada masa dan
ruang (Glusberg, 1991) Dekonstruksi juga berarti perombakan dari sesuatu
(kaidah/struktur formal) lama untuk menghasilkan sesuatu komposisi baru
(Antoniades,1992).Mereka mengembangkan bentuk dengan konfigurasi acak melalui
distorsi, frahmentasi dan penolakan terhadap konsep konvensional tentang unity
dan harmony (Richter,2001). Perkembangan order arsitektur sampai sekarang ini
telah melalui masa-masa klasik –modern dan post modern dan dalam
perkembangannya terdapat dua unsur yang selalu berganti setelah masa jenuh
(maksimal), begitu juga dengan Exclusivisme dan inclusivisme dalam metode
perancangannya(antoniades, 1992).Apakah arsitektur dekonstruksi merupakan suatu
order baru dalam bidang arsitektur atau merupakan pengulangan terhadap kondisi
masa lalu.
Studi pustaka
bidang sejarah dan teori arsitektur bertujuan untuk menelusuri kemungkinan
penemuan kontribusi baru dalam perancangan arsitektur, diskripsi konsep karya,
arsitek dekonstruksi, dilanjutkan analisis dengan parameter kaidah klasik,
modern dan post . Dari hasil analisis ternyata arsitektur de konstruksi
termasuk new post modern, inclusivism, intangible pada beyond historicm (anti
sejarah).
Kata kunci :
Rekayasa, Arsitektur, Dekonstruksi
A. PENDAHULUAN
Arsitektur
sangat terkait dengan proses kreatifitas yang berkembang dan bergantian secara
exlusive dan inclusive. Eksclusive jika terjadi adanya aturan formal yang
mengikat pada proses kreatifitas dan itu terjadi pada puncak order
(klasik,modern ,dan post modern). Diantara keduanya terjadi pergeseran kearah
inclusive yang merupakan sebuah sikap pengungkapan ide dan melakukan pekerjaan
melalui banyak dasar pemikiran, tidak hanya fungsi, tidak hanya formal, tidak hanya
spiritual, tidak hanya historical/tradisional atau contemporary milieu
(Antoniades, 1992). Pada masa jenuh post modern itulah arsitektur dekonstruksi
muncul.
Tahun
1988 di New York beberapa arsitek
mengadakan pameran dengan tema “ Deconstructivist Architecture” . Dekonstrusi merupakan pengganti dari present to historic didalamnya mengandung unsur anti historic, “transitory (temporer), “contingent (tidak teratur) dan Fleeting (temporer) pada masa dan ruang (Glusberg, 1991). Dekonstruksi juga berarti perombakan dari sesuatu (kaidah/struktur formal) lama untuk menghasilkan sesuatu komposisi baru (Antoniades,1992).Mereka mengembangkan bentuk dengan konfigurasi acak melalui distorsi, frahmentasi dan penolakan terhadap konsep konvensional tentang unity dan harmony (Richter,2001). Dekonstruksi berlandaskan pada filosofi anti, penolakan terhadap hubungan sebab akibat, pembatasan terhadap keabsolutan kebenaran dan mengembangkan historic hermenitas (pendekatan kebenaran tidak melalui observasi tetapi lewat pemahaman makna) dan intepretasi terhadap penilaian, kebebasan retorikal atas struktur formal arsitektur (bentuk,symbol, fungsi, dan struktur) yang tidak menjadi indicator utama melainkan makna atau symbol (Mutiari, 1995).
mengadakan pameran dengan tema “ Deconstructivist Architecture” . Dekonstrusi merupakan pengganti dari present to historic didalamnya mengandung unsur anti historic, “transitory (temporer), “contingent (tidak teratur) dan Fleeting (temporer) pada masa dan ruang (Glusberg, 1991). Dekonstruksi juga berarti perombakan dari sesuatu (kaidah/struktur formal) lama untuk menghasilkan sesuatu komposisi baru (Antoniades,1992).Mereka mengembangkan bentuk dengan konfigurasi acak melalui distorsi, frahmentasi dan penolakan terhadap konsep konvensional tentang unity dan harmony (Richter,2001). Dekonstruksi berlandaskan pada filosofi anti, penolakan terhadap hubungan sebab akibat, pembatasan terhadap keabsolutan kebenaran dan mengembangkan historic hermenitas (pendekatan kebenaran tidak melalui observasi tetapi lewat pemahaman makna) dan intepretasi terhadap penilaian, kebebasan retorikal atas struktur formal arsitektur (bentuk,symbol, fungsi, dan struktur) yang tidak menjadi indicator utama melainkan makna atau symbol (Mutiari, 1995).
Arsitektur
dekonstruksi merupakan hal yang menarik , tetapi ketidak teraturan dari
masing-masing arsitek dekon dalam mengembangkan kreatifitas sukar untuk
dijelaskan. Sebuah karya arsitektur pada akhir perkembangannya ternyata menjadi
sebuah prototype , apakah arsitektur dekonstruksi juga membentuk suatu aturan
formal yang dapat dideteksi secara generalisasi , atau tetap pada ketidak
teraturan, apakah merupakan suatu karakteristik bentuk dan metode perancangan
baru atau pengulangan terhadap kondisi masa lalu. Sistimatika penulisan dimulai
dari pembahasan tentang arsitektur dekonstruksi dalam sejarah arsitektur dunia
tentang karakteristik bentuk dan metode perancangan kemudian dilanjutkan dengan
analisis melalui pencarian terhadap generalisasi metode dan bentuk. Penemuan
ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman pengajaran bidang teori dan
metode perancangan khususnya tentang arsitektur dekonstruksi.
B. POSISI
DE-KONSTRUKSI DALAM SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
B.1.
Dekonstruksi dalam Sejarah Perkembangan Karakteristik Bentuk dalam Arsitektur
Perkembangan
arsitektur telah mengalami masa/order klasik, modern dan post modern.
1.
Arsitektur klasik ditandai dengan kreatifitas yang selalu berdasar pada sesuatu
yang dikuti , yaitu sebuah aturan yang merupakan pernyataan formal dari
keaslian klasik.
2.
Arsitektur modern terdiri dari Early modernism (form follow function),High
modernism (kemanusiaan, ekspresionisme, idealisme),Late modernism(Tower).
3.
Arsitektur Post Modern, terdiri dari 5 aliran yaitu : Historicism (elemen
klasik), Straight Revitalism (elemen klasik pada bangunan
monumental),Neo-vernicularism (menghidupkan suasana tradisional ),
Contectualism, Post–modern space (pembentukan ruang dg mengkomposisikan
bangunan itu sendiri). (Miarsono, 1988)
Didalam
buku The Architecture of the Jumping Universe (1995) Charles Jencks
memposisikan arsitektur de-konstruksi pada paradigma new post modern dengan
criteria :
1.
Building close to nature and natural language.
2.
Cosmogenetik (kejadian alam),self organization, emergence, and jumps to higher
(or lower), dapat mengalami perubahan (change), melanjutkan (continuity),
melompat (jumps) perpindahan secara linier (smoth transition), methamorphosis
(butterfly effect).
3.
Organizational depth (tanpa aturan) ,multyvalence (memiliki banyak nilai),
Complexity (kompleks), dan edge of chaos (akhir dari keruwetan).
4.
Mengakui perbedaan atau variasi.
5.
Perubahan didukung oleh teknik kesatuan radical eclectism atau superposition
,Ecological (keseimbangan alam) dan pluralisme politic.
6.
Doble coding (dua muka) dalam keidahan dan konsep karakteristik bentuk.
7.
Membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terbaru.
De-konstruksi
kelanjutan konstruktivism Rusia 1920 dan termasuk pada masa modern
(Tietz,1999). Aliran ini dikembangkan pertama kali oleh Lissitzky dengan
istilah Pro UNOWIS atau new form in art. Komposisi bangunan dibuat dari variasi
elemen geometri yang dapat diterapkan dalam dua atau tiga dimensi , tidak hanya
terbatas pada dua dimensi dan sketsa lukisan,tetapi juga diterapkan pada disain
interior dan sketsa arsitektonik. Adanya elemen fungsional yang didominasi oleh
konstruksi. Persamaannya dengan dekonstruksi terletak pada idealisme vision
architectural (utopian architectural vision), yang diterapkan oleh Frank O
Gehry dan Peter Eisenmant.
De-kontruksi
merupakan transisi antara post modern dan new modernism (Mutiari 1995), dengan
konsep kebebasan (terhadap bentuk ,fungsi, symbol/makna, tata ruang), dengan
strukturnya terikat oleh logika /perhitungan teknik pelaksanaan .
B.2.
Dekonstruksi dalam Sejarah Perkembangan Metode Perancangan dalam Arsitektur
Metode
Black Box berpendapat proses disain berlangsung di kepala disainer dan sebagian
berada diluar jangkauan kendali sadarnya . Secara Cibernetic dan fisiologis
manusia dapat berhasil mengeluarkan output tanpa menjelaskan dari mana output
tersebut diperoleh . Glass Box berpendapat bahwa proses disain didalam
menghasilkan input berdasar pada informasi yang didapat melalui analisis,
sintesis, dan evaluatif hingga mencapai suatu hasil terbaik (optimal) dari yang
mungkin.( Jones,1976). Antoniades ,1992 menjelaskan adanya evolusi pemikiran
tentang metode perancangan yang bersifat eksclusive dan inclusive serta
tangible (dapat dijelaskan) dan intangible (tidak dapat dijelaskan). lihat
tabel 1
Tabel 1 : Evolution
of attitude toward Architectural Design (Antoniades, 1992)
Dekonstruksi
atau dekomposisi merupakan salah satu strategi dalam aliran transformasi pada
masa beyond historism. Aliran transformasi berkembang mulai masa arsitektur
modern (form follow function) dan dikembangkan pada masa post modern . Terdapat
tiga strategi utama yang dikembangkan dalam aliran ini , yaitu :
1.
Strategi tradisional
Evolusi
bentuk secara bertahap dan teratur dengan penekanan pada external faktor (
criteria site, view, orientasi,pergerakan angin, lingkungan) , internal faktor
( criteria fungsi, programmatic, struktur) , dan estetik /keindahan (criteria
ability/kepandaian, will/aturan, cara arsitek dalam memanipulasi bentuk, dana,
dan phrahmatic lain).
Dalam
strategi ini seorang arsitek telah siap memutuskan dalam setiap tiga dimensi
formal yang berkembang dari dasar programatik dan komposisi kebutuhan. Hasil
akhir dapat diprediksikan sebelumnya.
2.
Strategi borrowing
Peminjaman
bentuk dari lukisan, sculture, obyek, artifact lain dan belajar dari bentuk dua
dan tiga dimensi selama intepretasi dilakukan secara constant dan berpedoman
pada applicability (dapat diterapkan) dan validity (bersifat valid). Strategi
ini merupakan kasus “pictorial transferring” (pemindahan gambar) dan “pictorial
metaphore” (pentafsiran gambar). Dalam strategi ini transformasi berasal dari
“unrelated form” (sebuah lukisan bukanlah sebuah bangunan).
3.
Strategi Dekonstruksi atau de komposisi
Pengambilan
keseluruhan (given whole) yang terdapat pada order untuk menemukan cara baru
dalam mengkombinasikan bagian dan kemungkinan pengembangan secara keseluruhan
dibawah strategi perbedaan struktur dan komposisi. Keputusan yang dinyatakan
belum tentu dapat dibenarkan atau bisa dikatakan transformasi yang tidak beraturan
tetapi dapat dikatakan berada dibawah payung strategi dalam transformasi.
Transformasi
merupakan kreativitas yang mampu membantu menyelesaikan masalah didalam menuju
sasaran yang diinginkan.
C. ANALISIS
KASUS KARYA ARSITEK DEKONSTRUKSI
C.1. Analisis
Konsep Karakteristik Bentuk
Tabel 2 :
Karakteristik Bentuk Arsitektur Dekonstruksi
C.1.1.
Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur Modern
Tabel 3 :
Dekonstruksi VS Arsitektur Modern Notasi : V terikat, - tidak terikat
C.1.2.
Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur Post Modern
Tabel 4 :
Dekonstruksi VS Arsitektur Post Modern Notasi : V include, - not include
C.1.2.
Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur New Post Modern
Tabel 5 :
Dekonstruksi VS Arsitektur New Post Modern
A. Building
close to nature and natural languages).
B. cosmogenetik
self organization, emergence, and jumps to higher or lower, change, continuity,
jumps , smoth transition dan methamorphosis (butterfly effect).
C.
Organizational depth , multyvalence , Complexity dan edge of chaos
D. Mengakui
perbedaan /variasi
E. Radical
eclektism atau superposition
F. Ecological
& Pluralisme politic
G. Doble Coding
H. Terbuka untuk
pengetahuan terbaru
C.2. Analisis
Metode Perancangan
Tabel 6 : Metode
Perancangan Arsitek Dekonstruksi
C.2.1. Arsitektur
Dekonstruksi VS Metode Black Box dan Glass Box
Tabel 7 :
Dekonstruksi VS Black box dan Glass Box, Notasi : V menggunakan, - tidak
menggunakan
C.2.2.
Arsitektur Dekonstruksi VS Metode Inclusivism dan Exclusivism
Tabel 8 :
Dekonstruksi VS Exclusivism dan Inclusivism Notasi : V include, - not include
C.2.3.
Arsitektur Dekonstruksi VS Metode Tangible dan Intangible
Tabel 9 :
Dekonstruksi VS Tangible dan Intangible Notasi
: V include, - not include
D. KESIMPULAN
Dari
hasil analisis dapat disimpulkan arsitektur dekonstruksi sbb :
1.
Karakteristik bentuk
•
Peter Eisenman masih terikat pada srtuktur formal, yang lain masih terikat oleh
1 atau 2 struktur formal, pada Zaha Hadid lepas secara keseluruhan
•
Peter Eisenman terikat dengan seluruh karakteristik Post modern, Frank O
Gehry,Zaha Hadid, Thom Mine terlepas dari karakteristik Post Modern, yang lain
hanya 1 atau 2 kaidah pada komposisi ruang.
•
Seluruh kasus masuk dalam New Post Modernism
2.
Metode Perancangan
•
Perpaduan black Box dan Glass Box, hanya Frank O gehry, Zaha Hadid, dan Coop
Himmeblou yang menggunakan black Box , Libbeus Wood, Peter Eisenment, Bernhard
Tsumi hanya menggunakan glass box
•
Hampir semua inclusivisme, hanya Peter Eisenment yang memadukan keduanya.
•
Michael Sorkin memadukan tangible dan intangible, Peter Eisenment dan Libbeus
Wood yang menggunakan tangible, yang lain intangible.
Arsitektur
dekonstruksi mencoba keluar dari rutinitas proses perancangan yang dilakukan
pada masa arsitektur modern dan post modern, walaupun masih ada sebagian kecil
yang ternyata masih digunakan dan masuk dalam Arsitektur New Post Modern.
Metode perancangan penggabungan black box yang digunakan pada masa klasik
dengan glass box yang digunakan pada masa modern, tetapi ada yang memilih salah
satu., inklusivism (kepluralitasan) dalam proses perancangan yang di dasari
oleh makna lewat sebuah konsep (intangible) bukan melalui visual (tangible).
No comments:
Post a Comment