Wednesday 30 December 2015

Rekayasa perancangan dalam arsitektur dekontruksi

REKAYASA PERANCANGAN DALAM ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI. Rekayasa adalah kegiatan perancangan tidak routin/teratur yang menghasilkan kontribusi baru (Umar,1994). Arsitektur merupakan salah satu bidang ilmu teknik yang mengarah pada perencanaan dan perancangan lingkungan buatan (kawasan kota atau bangunan). Pada tahun 1988 di New York beberapa arsitek mengadakan pameran dengan tema “ Deconstructivist Architecture” . Dekonstrusi merupakan pengganti dari present to historic didalamnya mengandung unsur anti historic, “transitory (temporer), “contingent (tidak teratur) dan Fleeting (temporer) pada masa dan ruang (Glusberg, 1991) Dekonstruksi juga berarti perombakan dari sesuatu (kaidah/struktur formal) lama untuk menghasilkan sesuatu komposisi baru (Antoniades,1992).Mereka mengembangkan bentuk dengan konfigurasi acak melalui distorsi, frahmentasi dan penolakan terhadap konsep konvensional tentang unity dan harmony (Richter,2001). Perkembangan order arsitektur sampai sekarang ini telah melalui masa-masa klasik –modern dan post modern dan dalam perkembangannya terdapat dua unsur yang selalu berganti setelah masa jenuh (maksimal), begitu juga dengan Exclusivisme dan inclusivisme dalam metode perancangannya(antoniades, 1992).Apakah arsitektur dekonstruksi merupakan suatu order baru dalam bidang arsitektur atau merupakan pengulangan terhadap kondisi masa lalu.
Studi pustaka bidang sejarah dan teori arsitektur bertujuan untuk menelusuri kemungkinan penemuan kontribusi baru dalam perancangan arsitektur, diskripsi konsep karya, arsitek dekonstruksi, dilanjutkan analisis dengan parameter kaidah klasik, modern dan post . Dari hasil analisis ternyata arsitektur de konstruksi termasuk new post modern, inclusivism, intangible pada beyond historicm (anti sejarah).
Kata kunci : Rekayasa, Arsitektur, Dekonstruksi

A. PENDAHULUAN
Arsitektur sangat terkait dengan proses kreatifitas yang berkembang dan bergantian secara exlusive dan inclusive. Eksclusive jika terjadi adanya aturan formal yang mengikat pada proses kreatifitas dan itu terjadi pada puncak order (klasik,modern ,dan post modern). Diantara keduanya terjadi pergeseran kearah inclusive yang merupakan sebuah sikap pengungkapan ide dan melakukan pekerjaan melalui banyak dasar pemikiran, tidak hanya fungsi, tidak hanya formal, tidak hanya spiritual, tidak hanya historical/tradisional atau contemporary milieu (Antoniades, 1992). Pada masa jenuh post modern itulah arsitektur dekonstruksi muncul.
Tahun 1988 di New York beberapa arsitek
mengadakan pameran dengan tema “ Deconstructivist Architecture” . Dekonstrusi merupakan pengganti dari present to historic didalamnya mengandung unsur anti historic, “transitory (temporer), “contingent (tidak teratur) dan Fleeting (temporer) pada masa dan ruang (Glusberg, 1991). Dekonstruksi juga berarti perombakan dari sesuatu (kaidah/struktur formal) lama untuk menghasilkan sesuatu komposisi baru (Antoniades,1992).Mereka mengembangkan bentuk dengan konfigurasi acak melalui distorsi, frahmentasi dan penolakan terhadap konsep konvensional tentang unity dan harmony (Richter,2001). Dekonstruksi berlandaskan pada filosofi anti, penolakan terhadap hubungan sebab akibat, pembatasan terhadap keabsolutan kebenaran dan mengembangkan historic hermenitas (pendekatan kebenaran tidak melalui observasi tetapi lewat pemahaman makna) dan intepretasi terhadap penilaian, kebebasan retorikal atas struktur formal arsitektur (bentuk,symbol, fungsi, dan struktur) yang tidak menjadi indicator utama melainkan makna atau symbol (Mutiari, 1995).
Arsitektur dekonstruksi merupakan hal yang menarik , tetapi ketidak teraturan dari masing-masing arsitek dekon dalam mengembangkan kreatifitas sukar untuk dijelaskan. Sebuah karya arsitektur pada akhir perkembangannya ternyata menjadi sebuah prototype , apakah arsitektur dekonstruksi juga membentuk suatu aturan formal yang dapat dideteksi secara generalisasi , atau tetap pada ketidak teraturan, apakah merupakan suatu karakteristik bentuk dan metode perancangan baru atau pengulangan terhadap kondisi masa lalu. Sistimatika penulisan dimulai dari pembahasan tentang arsitektur dekonstruksi dalam sejarah arsitektur dunia tentang karakteristik bentuk dan metode perancangan kemudian dilanjutkan dengan analisis melalui pencarian terhadap generalisasi metode dan bentuk. Penemuan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pedoman pengajaran bidang teori dan metode perancangan khususnya tentang arsitektur dekonstruksi.

B. POSISI DE-KONSTRUKSI DALAM SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
B.1. Dekonstruksi dalam Sejarah Perkembangan Karakteristik Bentuk dalam Arsitektur
Perkembangan arsitektur telah mengalami masa/order klasik, modern dan post modern.
1. Arsitektur klasik ditandai dengan kreatifitas yang selalu berdasar pada sesuatu yang dikuti , yaitu sebuah aturan yang merupakan pernyataan formal dari keaslian klasik.
2. Arsitektur modern terdiri dari Early modernism (form follow function),High modernism (kemanusiaan, ekspresionisme, idealisme),Late modernism(Tower).
3. Arsitektur Post Modern, terdiri dari 5 aliran yaitu : Historicism (elemen klasik), Straight Revitalism (elemen klasik pada bangunan monumental),Neo-vernicularism (menghidupkan suasana tradisional ), Contectualism, Post–modern space (pembentukan ruang dg mengkomposisikan bangunan itu sendiri). (Miarsono, 1988)
Didalam buku The Architecture of the Jumping Universe (1995) Charles Jencks memposisikan arsitektur de-konstruksi pada paradigma new post modern dengan criteria :
1. Building close to nature and natural language.
2. Cosmogenetik (kejadian alam),self organization, emergence, and jumps to higher (or lower), dapat mengalami perubahan (change), melanjutkan (continuity), melompat (jumps) perpindahan secara linier (smoth transition), methamorphosis (butterfly effect).
3. Organizational depth (tanpa aturan) ,multyvalence (memiliki banyak nilai), Complexity (kompleks), dan edge of chaos (akhir dari keruwetan).
4. Mengakui perbedaan atau variasi.
5. Perubahan didukung oleh teknik kesatuan radical eclectism atau superposition ,Ecological (keseimbangan alam) dan pluralisme politic.
6. Doble coding (dua muka) dalam keidahan dan konsep karakteristik bentuk.
7. Membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terbaru.
De-konstruksi kelanjutan konstruktivism Rusia 1920 dan termasuk pada masa modern (Tietz,1999). Aliran ini dikembangkan pertama kali oleh Lissitzky dengan istilah Pro UNOWIS atau new form in art. Komposisi bangunan dibuat dari variasi elemen geometri yang dapat diterapkan dalam dua atau tiga dimensi , tidak hanya terbatas pada dua dimensi dan sketsa lukisan,tetapi juga diterapkan pada disain interior dan sketsa arsitektonik. Adanya elemen fungsional yang didominasi oleh konstruksi. Persamaannya dengan dekonstruksi terletak pada idealisme vision architectural (utopian architectural vision), yang diterapkan oleh Frank O Gehry dan Peter Eisenmant.
De-kontruksi merupakan transisi antara post modern dan new modernism (Mutiari 1995), dengan konsep kebebasan (terhadap bentuk ,fungsi, symbol/makna, tata ruang), dengan strukturnya terikat oleh logika /perhitungan teknik pelaksanaan .

B.2. Dekonstruksi dalam Sejarah Perkembangan Metode Perancangan dalam Arsitektur
Metode Black Box berpendapat proses disain berlangsung di kepala disainer dan sebagian berada diluar jangkauan kendali sadarnya . Secara Cibernetic dan fisiologis manusia dapat berhasil mengeluarkan output tanpa menjelaskan dari mana output tersebut diperoleh . Glass Box berpendapat bahwa proses disain didalam menghasilkan input berdasar pada informasi yang didapat melalui analisis, sintesis, dan evaluatif hingga mencapai suatu hasil terbaik (optimal) dari yang mungkin.( Jones,1976). Antoniades ,1992 menjelaskan adanya evolusi pemikiran tentang metode perancangan yang bersifat eksclusive dan inclusive serta tangible (dapat dijelaskan) dan intangible (tidak dapat dijelaskan). lihat tabel 1

Tabel 1 : Evolution of attitude toward Architectural Design (Antoniades, 1992)
Dekonstruksi atau dekomposisi merupakan salah satu strategi dalam aliran transformasi pada masa beyond historism. Aliran transformasi berkembang mulai masa arsitektur modern (form follow function) dan dikembangkan pada masa post modern . Terdapat tiga strategi utama yang dikembangkan dalam aliran ini , yaitu :
1. Strategi tradisional
Evolusi bentuk secara bertahap dan teratur dengan penekanan pada external faktor ( criteria site, view, orientasi,pergerakan angin, lingkungan) , internal faktor ( criteria fungsi, programmatic, struktur) , dan estetik /keindahan (criteria ability/kepandaian, will/aturan, cara arsitek dalam memanipulasi bentuk, dana, dan phrahmatic lain).
Dalam strategi ini seorang arsitek telah siap memutuskan dalam setiap tiga dimensi formal yang berkembang dari dasar programatik dan komposisi kebutuhan. Hasil akhir dapat diprediksikan sebelumnya.
2. Strategi borrowing
Peminjaman bentuk dari lukisan, sculture, obyek, artifact lain dan belajar dari bentuk dua dan tiga dimensi selama intepretasi dilakukan secara constant dan berpedoman pada applicability (dapat diterapkan) dan validity (bersifat valid). Strategi ini merupakan kasus “pictorial transferring” (pemindahan gambar) dan “pictorial metaphore” (pentafsiran gambar). Dalam strategi ini transformasi berasal dari “unrelated form” (sebuah lukisan bukanlah sebuah bangunan).
3. Strategi Dekonstruksi atau de komposisi
Pengambilan keseluruhan (given whole) yang terdapat pada order untuk menemukan cara baru dalam mengkombinasikan bagian dan kemungkinan pengembangan secara keseluruhan dibawah strategi perbedaan struktur dan komposisi. Keputusan yang dinyatakan belum tentu dapat dibenarkan atau bisa dikatakan transformasi yang tidak beraturan tetapi dapat dikatakan berada dibawah payung strategi dalam transformasi.
Transformasi merupakan kreativitas yang mampu membantu menyelesaikan masalah didalam menuju sasaran yang diinginkan.

C. ANALISIS KASUS KARYA ARSITEK DEKONSTRUKSI
C.1. Analisis Konsep Karakteristik Bentuk
Tabel 2 : Karakteristik Bentuk Arsitektur Dekonstruksi

C.1.1. Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur Modern
Tabel 3 : Dekonstruksi VS Arsitektur Modern Notasi : V terikat, - tidak terikat

C.1.2. Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur Post Modern
Tabel 4 : Dekonstruksi VS Arsitektur Post Modern Notasi : V include, - not include

C.1.2. Arsitektur Dekonstruksi VS Arsitektur New Post Modern
Tabel 5 : Dekonstruksi VS Arsitektur New Post Modern
A. Building close to nature and natural languages).
B. cosmogenetik self organization, emergence, and jumps to higher or lower, change, continuity, jumps , smoth transition dan methamorphosis (butterfly effect).
C. Organizational depth , multyvalence , Complexity dan edge of chaos
D. Mengakui perbedaan /variasi
E. Radical eclektism atau superposition
F. Ecological & Pluralisme politic
G. Doble Coding
H. Terbuka untuk pengetahuan terbaru

C.2. Analisis Metode Perancangan
Tabel 6 : Metode Perancangan Arsitek Dekonstruksi

C.2.1. Arsitektur Dekonstruksi VS Metode Black Box dan Glass Box
Tabel 7 : Dekonstruksi VS Black box dan Glass Box, Notasi : V menggunakan, - tidak menggunakan

C.2.2. Arsitektur Dekonstruksi VS Metode Inclusivism dan Exclusivism
Tabel 8 : Dekonstruksi VS Exclusivism dan Inclusivism  Notasi : V include, - not include

C.2.3. Arsitektur Dekonstruksi VS Metode Tangible dan Intangible
Tabel 9 : Dekonstruksi VS Tangible dan Intangible  Notasi : V include, - not include

D. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat disimpulkan arsitektur dekonstruksi sbb :
1. Karakteristik bentuk
• Peter Eisenman masih terikat pada srtuktur formal, yang lain masih terikat oleh 1 atau 2 struktur formal, pada Zaha Hadid lepas secara keseluruhan
• Peter Eisenman terikat dengan seluruh karakteristik Post modern, Frank O Gehry,Zaha Hadid, Thom Mine terlepas dari karakteristik Post Modern, yang lain hanya 1 atau 2 kaidah pada komposisi ruang.
• Seluruh kasus masuk dalam New Post Modernism
2. Metode Perancangan
• Perpaduan black Box dan Glass Box, hanya Frank O gehry, Zaha Hadid, dan Coop Himmeblou yang menggunakan black Box , Libbeus Wood, Peter Eisenment, Bernhard Tsumi hanya menggunakan glass box
• Hampir semua inclusivisme, hanya Peter Eisenment yang memadukan keduanya.
• Michael Sorkin memadukan tangible dan intangible, Peter Eisenment dan Libbeus Wood yang menggunakan tangible, yang lain intangible.
Arsitektur dekonstruksi mencoba keluar dari rutinitas proses perancangan yang dilakukan pada masa arsitektur modern dan post modern, walaupun masih ada sebagian kecil yang ternyata masih digunakan dan masuk dalam Arsitektur New Post Modern. Metode perancangan penggabungan black box yang digunakan pada masa klasik dengan glass box yang digunakan pada masa modern, tetapi ada yang memilih salah satu., inklusivism (kepluralitasan) dalam proses perancangan yang di dasari oleh makna lewat sebuah konsep (intangible) bukan melalui visual (tangible).


No comments:

Post a Comment