Wednesday 30 December 2015

Optimalisasi Jaringan Neuro-Fuzzy dengan Algoritma Genetik Multiresolusi untuk Identifikasi Sistem Nonlinier

Optimalisasi Jaringan neuro-fuzzy dengan Algoritma Genetik Multiresolusi untuk Identifikasi Sistem Nonlinier. Pengetahuan tentang perilaku atau karakteristik dari sistem sangat penting dalam pengendalian sehingga diperlukan pemodelan melalui proses identifikasi sistem berdasarkan pada pengukuran input dan output sistem. Untuk sistem yang bersifat nonlinier, pemodelan kualitatif semisal dengan logika fuzzy mulai disukai dan banyak digunakan. Sistem logika fuzzy memiliki kekurangan utama berupa kebutuhan akan seorang ahli dan ketidakmampuannya untuk belajar. Dengan menggabungkan prinsip kerja jaringan syaraf tiruan kedalam sistem logika fuzzy maka akan terbentuk sistem baru yang bersifat adaptif yaitu jaringan neuro-fuzzy yang dapat mengatasi kekurangan di atas. Supaya kinerja jaringan neuro-fuzzy menjadi lebih baik maka digunakan algoritma genetik multiresolusi sebagai algoritma optimalisasi. Hasil simulasi memperlihatkan algoritma genetik multiresolusi mampu memperbaiki kinerja jaringan neuro-fuzzy untuk mengidentifikasi sistem nonlinier yang ditandai dengan perbaikan nilai mse pembelajaran dari nilai 0,0422 menjadi 0,00337.
Kata kunci : sistem logika fuzi, jaringan syaraf tiruan, algoritma genetik, identifikasi sistem

I. Pendahuluan
Istilah Soft Computing sebagai kerangka pikir yang baru di dalam sistem kecerdasan buatan pertama kali dikemukakan oleh Zadeh. Sistem kecerdasan buatan berupaya membuat mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia dan sistem biologis. Di dalam Soft Computing dikembangkan paradigma dengan bentuk logika baru semisal logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetik yang semuanya memiliki kelebihan berupa kemampuan untuk menangani sesuatu yang bersifat tidak presisi dan tidak pasti.
Sistem logika fuzzy adalah nama bagi suatu sistem yang memiliki kaitan langsung dengan konsep-konsep fuzzy (semisal himpunan fuzzy, variable fuzzy, dll) dan logika fuzzy [Li Xin Wang,1994]. Sedangkan logika fuzzy adalah logika yang dikembangkan berdasar pada himpunan fuzzy yang mampu memanipulasi berbagai konsep yang samar (tidak presisi dan tidak pasti). Himpunan fuzzy merupakan perluasan dari himpunan tegas (crisp set). Pada himpunan fuzzy
, nilai keanggotaan suatu elemen tidak hanya terbatas pada 0 dan 1 saja, tetapi dapat berupa nilai bilangan nyata antara 0 dan 1.
Sistem logika fuzzy terdiri dari empat komponen utama yaitu unit fuzzifikasi, basis pengetahuan, mesin inferensi fuzzy, dan unit defuzzifikasi [Yun Yang,1994].Kesulitan utama dalam perancangan sistem logika fuzzy adalah ketika membuat basis pengetahuan karena harus dibuat berdasarkan pada pengalaman seorang ahli atau operator yang telah memahami sistem (plant) yang akan dimodelkan. Selain itu, sistem logika fuzzy juga tidak memiliki kemampuan untuk belajar sehingga sulit untuk memperoleh unjuk kerja yang benar-benar optimal (terbaik).
Jaringan syaraf tiruan (JST) merupakan sistem pemroses informasi yang dibentuk dari generalisasi model matematis jaringan syaraf biologis manusia. Kelebihan utama dari JST adalah kemampuan untuk belajar dan sifat adaptif yang dimiliki. Suatu JST dapat dicirikan dengan tiga sifat yang melekat padanya yaitu : pola hubungan antar neuron (arsitektur), metode penentuan bobot-bobot jaringan (algoritma pembelajaran), dan fungsi aktivasi. Pada dasarnya, fungsi JST adalah untuk melakukan pemetaan nonlinier vektor-vektor masukan ke dalam vektor-vektor keluaran yang dikodekan melalui bobot-bobot jaringan, fungsi aktivasi dan arsitektur jaringan. Kemampuan lainnya yang dimiliki oleh JST adalah kemampuan untuk melakukan generalisasi.
Algoritma genetik (AG) adalah algoritma pencarian dan optimalisasi stokastik yang bekerja secara pararel dan berdasarkan pada kaidah seleksi alam dan genetika alami. Perancangan AG berturut-turut dimulai dengan pengkodean individu/kandidat solusi, pembuatan fungsi ketangguhan, penentuan metode seleksi, dan penentuan metode rekombinasi (persilangan dan mutasi). Pengkodean individu/kandidat solusi harus disesuaikan dengan jenis permasalahan dan fungsi ketangguhan harus dapat memberikan penilaian obyektif terhadap setiap individu. Metode seleksi adalah metode untuk mempertahankan individu yang baik (berdasarkan nilai ketangguhan) yang akan dipersiapkan pada proses generasi berikutnya. Proses rekombinasi yang bertujuan untuk menghasilkan generasi baru berupa persilangan antar beberapa pasang individu dalam satu populasi dan mutasi, yaitu peristiwa berubahnya satu atau beberapa kode pada individu yang terkena mutasi.Proses sekuensial yang dimulai dari seleksi (berdasar evaluasi nilai ketangguhan), rekombinasi, evaluasi (menentukan nilai ketangguhan) dan berulang lagi ke seleksi akan berjalan terus menerus sampai kondisi terminasi (semisal jumlah generasi yang dibatasi) yang ditentukan telah terpenuhi. Dengan semakin bertambahnya jumlah generasi maka individu-individu yang dihasilkan diharapkan dapat berevolusi menjadi semakin baik. Cara pencarian stokastis evolutif yang sistematis seperti inilah yang menjadi ciri bagi AG.
Ditinjau dari segi kompleksitas komputasi dan segi kebutuhan akan pengetahuan awal (a-priory knowledges) maka paradigma logika fuzzy, JST, dan AG memiliki hirarki/tingkatan seperti terlihat pada gambar 1 [Russo,1998].

Gambar 1. Hirarki logika fuzzy, JST dan AG [Russo,1998].
Makalah ini akan menerangkan pengembangan salah satu sistem hybrid fuzzy-neural-genetik untuk tugas identifikasi sistem nonlinier. Penekanan makalah ini terletak pada pengembangan algoritma genetik agar memiliki kemampuan yang lebih handal sesuai dengan permasalahan yang dihadapi yaitu pengoptimalan pembelajaran jaringan neuro-fuzzy.

II. Model Jaringan Neuro-Fuzzy
Dalam makalah ini digunakan model jaringan neuro-fuzzy seperti model yang digunakan oleh Lin [Lin C.T.,1991]. Jaringan ini menggunakan proses inferensi fuzzy mamdani. Struktur jaringan dengan 2 masukan dan 1 keluaran digambarkan pada gambar 2. Keterangan tiap lapis adalah sebagai berikut.
Gambar 2. Jaringan neuro-fuzzy dengan inferensi fuzzy mamdani.
Notasi yang menjelaskan fungsi tiap simpul pada semua lapisan adalah sebagai berikut :
Ok,i : keluaran simpul ke-i pada lapisan k
Wk,ij : bobot hubungan dari simpul ke-i lapisan (k-1) ke simpul j pada lapisan k
nettk,i : melambangkan jumlah total masukan simpul ke-i pada lapisan k.
mk,i , σk,i : pusat dan varian fungsi gussian pada simpul ke-i lapisan k
Proses yang terjadi pada setiap lapisan dapat dijelaskan sebagai berikut :  

Lapisan 1. Setiap simpul pada lapisan ini melewatkan secara langsung sinyal lapisan ke lapisan berikutnya.
O1,1 = I1 dan O1,2 = I2
Semua bobot sambungan pada lapisan ini bernilai 1 (W1,i = 1).
Lapisan 2. Semua simpul pada lapisan ini berperan sebagai fungsi keanggotaan. Dalam penelitian digunakan fungsi keanggotaan gaussian, sehingga keluaran setiap simpul pada lapisan ini adalah sebagai berikut.
Lapisan 3. Setiap simpul pada lapisan ini berfungsi sebagai simpul aturan. Sambungan ke simpul ini melakukan proses evaluasi bagian premis aturan fuzi. Apabila digunakan sistem inferensi minimum untuk menentukan kuat penyulutan setiap aturan, maka keluaran simpul pada lapisan ini adalah.

Lapisan 4. Setiap simpul pada lapisan ini mempunyai dua ragam operasi, yaitu ragam transmisi bawah-atas dan ragam transmisi atas-bawah. Pada transmisi bawah-atas, sambungan ke lapisan 4 melakukan operasi OR untuk menggabungkan kuat penyulutan dari aturan-aturan yang mempunyai konsekuensi yang sama.
Bobot sambungan pada lapisan ini menyatakan hubungan aturan ke-j dengan peubah keluaran-i. Bobot pada lapisan ini hanya mempunyai dua nilai, yaitu 0 atau 1. Pada transmisi atas-bawah, sambungan dari lapisan 5 ke lapisan 4 ini mempunyai fungsi yang sama dengan sambungan pada lapisan 2.
Lapisan 5. Lapisan ini juga mempunyai dua ragam operasi. Ragam atas-bawah untuk memasukan data pelatihan ke dalam jaringan dengan keluaran simpul adalah Oi5 = yi, dengan yi adalah data pelatihan. Pada ragam bawah-atas simpul melakukan transmisi untuk menghasilkan sinyal keluaran hasil inferensi. Simpul ini dapat dikatakan sebagai defuzzifier dengan metode pusat luas (center of area). Keluaran simpul pada lapisan ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

  
III. Optimalisasi Jaringan dengan Algoritma Genetik Multiresolusi
Ada tiga tahapan dalam proses pembelajaran jaringan neuro-fuzzy ini yaitu berupa inisialisasi nilai pusat dan varian fungsi keanggotaan, pembangkitan aturan, dan yang terakhir optimisasi fungsi keanggotaan. Masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut :
A. Tahap pertama : inisialisasi nilai pusat dan varian fungsi keanggotaan
Untuk menginisialisasi nilai pusat dan varian digunakan metode penskalaan linier. Nilai pusat dicari dengan cara mencari terlebih dahulu nilai maksimum dan minimum pasangan data pelatihan kemudian dibagi secara proporsional sebanyak jumlah fungsi keanggotaan yang
diinginkan sedangkan nilai varian dicari dengan membagi jarak antar dua nilai pusat dengan suatu bilangan yang lebih besar 1 (dalam penelitian ini digunakan nilai 1,8).
B. Tahap kedua : membangkitkan aturan fuzzy
Model jaringan neuro-fuzzy di atas membutuhkan basis aturan dalam proses inferensinya. Aturan diekstrak tidak dari informasi seorang ahli tetapi dari pasangan data masukan-keluaran dengan agoritma derajat kesesuaian maksimum (maximum matching factor algorithm ). Algoritma ini dikemukakan pertama kali oleh Faraq [Faraq,1998]. Algoritma derajat kesesuaian maksimum (ADKM) terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut :

C. Tahap ketiga : optimisasi dengan algoritma genetik multiresolusi
Gagasan AGM pertamakali dikemukakan oleh Faraq [Faraq,1998]. AGM bekerja seperti algoritma genetik konvensional tetapi dengan penambahan kemampuan mengembang-kempiskan ruang pencarian (search space). AGM menggunakan kromosom/deret berupa integer-desimal untuk mengkodekan perbaikan parameter-parameter jaringan neuro-fuzzy. Setiap gen (alelle) memiliki nilai integer antara 1-9 ([ 1 2 … 8 9]). Jumlah alelle ditentukan dari jumlah total parameter fungsi keanggotaan peubah masukan dan keluaran. Jadi, akan digunakan n1 + n2 + n3 = n4 fungsi keanggotaan. Setiap fungsi keanggotaan (semisal dipilih gaussian) dihitung jumlah parameternya dan dikalikan n4 untuk memperoleh jumlah allele. Karena parameter pada fungsi gaussian ada 2 yaitu pusat (m) dan varian (σ), maka tiap deret terdiri dari 2 x n4 alelle. Parameter AGM adalah jumlah populasi (pop), peluang persilangan dan mutasi (Pp dan Pm), offset pusat dan varian (δm dan δ), faktor penyusutan offset (T), dan parameter resolusi (r). Prosedur atau cara kerja selengkapnya dari AGM adalah sebagai berikut :

IV. Simulasi
Untuk menguji kinerja AGM maka dibuat simulasi identifikasi sistem nonlinier dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB versi 5.3. Sistem nonlinier yang akan diidentifikasi berupa sistem orde dua dengan persamaan matematis sebagai berikut :
Bagian yang akan diidentifikasi adalah fungsi f yang merupakan persamaan matematis nonlinier. Proses identifikasi dilakukan dengan metode seri-pararel seperti terlihat dalam diagram blok proses identifikasi di bawah ini :
Gambar 3. Diagram blok proses identifikasi
Data pembelajaran berupa sinyal acak sebanyak 500 pasang data pelatihan dengan rentang nilai [-2 2] sedangkan variabel masukan yang dipilih adalah y(k) dan y(k-1).
Tabel 1. Parameter jaringan neuro-fuzzy dan AGM
Dengan memberikan nilai parameter jaringan dan parameter AGM seperti dalam tabel 1, diperoleh hasil pembelajaran sebagai berikut : nilai mse (mean square error) pembelajaran setelah tahap kedua sebasar 0,0422 dan nilai mse setelah optimisasi dengan AGM (tahap ketiga) menjadi 0.00337. Setelah selesai tahap pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan menguji model. Pengujian dilakukan dengan memasukan sinyal uji u(k) = 1,2 cos(2πk/100) untuk k ≤ 200, dan u(k) = 1,5 sin(2πk/20) untuk 200 < k ≤ 500. Nilai mse hasil pengujian adalah 0.0081. Hasil ini menunjukan bahwa AGM mampu bekerja dengan baik dalam mengoptimalkan jaringan neuro-fuzzy untuk identifikasi sistem nonlinier.
Gambar 4. (a) mse pembelajaran dengan AGM (b) pengujian
Pengaruh parameter resolusi (r) terhadap kinerja AGM dapat diamati dengan cara mencoba berbagai nilai parameter. Grafik mse pembelajaran untuk nilai r=50, r=100, r=150, r=200 dan r=: dapat dilihat dalam gambar 5. AGM dengan nilai r= : berarti tidak ada proses perubahan resolusi. Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk r=50, r=100, dan r=20 memiliki mse yang lebih baik dibanding r=:, tetapi sebaliknya untuk r=150 memiliki mse yang lebih besar. Hal ini menandakan bahwa algoritma genetik dengan perubahan resolusi (mengembang-kempiskan ruang pencarian) berpeluang besar memiliki kinerja yang lebih baik bila dibanding dengan AG tanpa perubahan resolusi. Sedangkan untuk kasus r=150, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan AG bekerja secara stokastik.
Gambar 5. Perbandingan unjuk kerja untuk berbagai nilai parameter resolusi
Untuk tujuan perbandingan, model sistem non linier yang sama telah dicobakan untuk diidentifikasi dengan model jaringan neuro-fuzi yang lain yaitu dengan RFuNN (Recurrent Fuzzy Neural Networks), FuNN (Fuzzy Neural Networks), dan ANFIS orde 1. Setelah dilatih sebanyak 300 kali pelatihan, RFuNN dan FuNN masing-masing memberikan mse sebesar 0,0346 dan 0.06376 [Trenindya,2002]. Sedangkan untuk ANFIS orde 1 dengan algoritma hybrid memberikan mse sebesar 8,9 x 10-5. Perbandingan kinerja AGM dibandingkan dengan model jaringan neuro-fuzi yang lain selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.
Tabel 2. Perbandingan AGM dengan algoritma lain

V. Kesimpulan
Berdasarkan simulasi dapat disimpulkan bahwa AGM dapat bekerja dengan baik untuk permasalahan optimisasi dengan jumlah variabel yang besar. Hal ini ditandai dengan perbaikan nilai mse pembelajaran yang signifikan pada jaringan neuro-fuzzy ketika AGM diterapkan dari 0.0422 menjadi 0.00337. Penerapan ruang pencarian secara dinamis (multiresolusi) pada algoritma genetik terbukti dapat meningkatkan peluang memperoleh solusi yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment