Optimalisasi
Jaringan neuro-fuzzy dengan Algoritma Genetik Multiresolusi untuk
Identifikasi Sistem Nonlinier. Pengetahuan tentang
perilaku atau karakteristik dari sistem sangat penting dalam pengendalian
sehingga diperlukan pemodelan melalui proses identifikasi sistem berdasarkan
pada pengukuran input dan output sistem. Untuk sistem yang bersifat nonlinier,
pemodelan kualitatif semisal dengan logika fuzzy mulai disukai dan banyak
digunakan. Sistem logika fuzzy memiliki kekurangan utama berupa kebutuhan akan
seorang ahli dan ketidakmampuannya untuk belajar. Dengan menggabungkan prinsip
kerja jaringan syaraf tiruan kedalam sistem logika fuzzy maka akan terbentuk
sistem baru yang bersifat adaptif yaitu jaringan neuro-fuzzy yang dapat
mengatasi kekurangan di atas. Supaya kinerja jaringan neuro-fuzzy menjadi lebih
baik maka digunakan algoritma genetik multiresolusi sebagai algoritma
optimalisasi. Hasil simulasi memperlihatkan algoritma genetik multiresolusi
mampu memperbaiki kinerja jaringan neuro-fuzzy untuk mengidentifikasi sistem
nonlinier yang ditandai dengan perbaikan nilai mse pembelajaran dari nilai
0,0422 menjadi 0,00337.
Kata kunci : sistem
logika fuzi, jaringan syaraf tiruan, algoritma genetik, identifikasi sistem
I.
Pendahuluan
Istilah
Soft Computing sebagai kerangka pikir yang baru di dalam sistem kecerdasan
buatan pertama kali dikemukakan oleh Zadeh. Sistem kecerdasan buatan berupaya
membuat mesin yang dapat meniru kecerdasan manusia dan sistem biologis. Di
dalam Soft Computing dikembangkan paradigma dengan bentuk logika baru semisal
logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan algoritma genetik yang semuanya memiliki
kelebihan berupa kemampuan untuk menangani sesuatu yang bersifat tidak presisi
dan tidak pasti.
Sistem
logika fuzzy adalah nama bagi suatu sistem yang memiliki kaitan langsung dengan
konsep-konsep fuzzy (semisal himpunan fuzzy, variable fuzzy, dll) dan logika
fuzzy [Li Xin Wang,1994]. Sedangkan logika fuzzy adalah logika yang
dikembangkan berdasar pada himpunan fuzzy yang mampu memanipulasi berbagai
konsep yang samar (tidak presisi dan tidak pasti). Himpunan fuzzy merupakan
perluasan dari himpunan tegas (crisp set). Pada himpunan fuzzy
, nilai
keanggotaan suatu elemen tidak hanya terbatas pada 0 dan 1 saja, tetapi dapat
berupa nilai bilangan nyata antara 0 dan 1.
Sistem
logika fuzzy terdiri dari empat komponen utama yaitu unit fuzzifikasi, basis
pengetahuan, mesin inferensi fuzzy, dan unit defuzzifikasi [Yun
Yang,1994].Kesulitan utama dalam perancangan sistem logika fuzzy adalah ketika
membuat basis pengetahuan karena harus dibuat berdasarkan pada pengalaman
seorang ahli atau operator yang telah memahami sistem (plant) yang akan
dimodelkan. Selain itu, sistem logika fuzzy juga tidak memiliki kemampuan untuk
belajar sehingga sulit untuk memperoleh unjuk kerja yang benar-benar optimal
(terbaik).
Jaringan
syaraf tiruan (JST) merupakan sistem pemroses informasi yang dibentuk dari
generalisasi model matematis jaringan syaraf biologis manusia. Kelebihan utama
dari JST adalah kemampuan untuk belajar dan sifat adaptif yang dimiliki. Suatu
JST dapat dicirikan dengan tiga sifat yang melekat padanya yaitu : pola hubungan
antar neuron (arsitektur), metode penentuan bobot-bobot jaringan (algoritma
pembelajaran), dan fungsi aktivasi. Pada dasarnya, fungsi JST adalah untuk
melakukan pemetaan nonlinier vektor-vektor masukan ke dalam vektor-vektor
keluaran yang dikodekan melalui bobot-bobot jaringan, fungsi aktivasi dan
arsitektur jaringan. Kemampuan lainnya yang dimiliki oleh JST adalah kemampuan
untuk melakukan generalisasi.
Algoritma
genetik (AG) adalah algoritma pencarian dan optimalisasi stokastik yang bekerja
secara pararel dan berdasarkan pada kaidah seleksi alam dan genetika alami.
Perancangan AG berturut-turut dimulai dengan pengkodean individu/kandidat
solusi, pembuatan fungsi ketangguhan, penentuan metode seleksi, dan penentuan
metode rekombinasi (persilangan dan mutasi). Pengkodean individu/kandidat
solusi harus disesuaikan dengan jenis permasalahan dan fungsi ketangguhan harus
dapat memberikan penilaian obyektif terhadap setiap individu. Metode seleksi
adalah metode untuk mempertahankan individu yang baik (berdasarkan nilai
ketangguhan) yang akan dipersiapkan pada proses generasi berikutnya. Proses
rekombinasi yang bertujuan untuk menghasilkan generasi baru berupa persilangan
antar beberapa pasang individu dalam satu populasi dan mutasi, yaitu peristiwa
berubahnya satu atau beberapa kode pada individu yang terkena mutasi.Proses
sekuensial yang dimulai dari seleksi (berdasar evaluasi nilai ketangguhan),
rekombinasi, evaluasi (menentukan nilai ketangguhan) dan berulang lagi ke
seleksi akan berjalan terus menerus sampai kondisi terminasi (semisal jumlah
generasi yang dibatasi) yang ditentukan telah terpenuhi. Dengan semakin
bertambahnya jumlah generasi maka individu-individu yang dihasilkan diharapkan
dapat berevolusi menjadi semakin baik. Cara pencarian stokastis evolutif yang
sistematis seperti inilah yang menjadi ciri bagi AG.
Ditinjau
dari segi kompleksitas komputasi dan segi kebutuhan akan pengetahuan awal
(a-priory knowledges) maka paradigma logika fuzzy, JST, dan AG memiliki
hirarki/tingkatan seperti terlihat pada gambar 1 [Russo,1998].
Gambar
1. Hirarki logika fuzzy, JST dan AG [Russo,1998].
Makalah
ini akan menerangkan pengembangan salah satu sistem hybrid fuzzy-neural-genetik
untuk tugas identifikasi sistem nonlinier. Penekanan makalah ini terletak pada
pengembangan algoritma genetik agar memiliki kemampuan yang lebih handal sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi yaitu pengoptimalan pembelajaran jaringan
neuro-fuzzy.
II.
Model Jaringan Neuro-Fuzzy
Dalam
makalah ini digunakan model jaringan neuro-fuzzy seperti model yang digunakan
oleh Lin [Lin C.T.,1991]. Jaringan ini menggunakan proses inferensi fuzzy
mamdani. Struktur jaringan dengan 2 masukan dan 1 keluaran digambarkan pada
gambar 2. Keterangan tiap lapis adalah sebagai berikut.
Gambar
2. Jaringan neuro-fuzzy dengan inferensi fuzzy mamdani.
Notasi yang menjelaskan
fungsi tiap simpul pada semua lapisan adalah sebagai berikut :
Ok,i :
keluaran simpul ke-i pada lapisan k
Wk,ij :
bobot hubungan dari simpul ke-i lapisan (k-1) ke simpul j pada lapisan k
nettk,i :
melambangkan jumlah total masukan simpul ke-i pada lapisan k.
mk,i , σk,i :
pusat dan varian fungsi gussian pada simpul ke-i lapisan k
Proses
yang terjadi pada setiap lapisan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Lapisan 1.
Setiap simpul pada lapisan ini melewatkan secara langsung sinyal lapisan ke
lapisan berikutnya.
O1,1 = I1 dan O1,2 = I2
Semua
bobot sambungan pada lapisan ini bernilai 1 (W1,i = 1).
Lapisan 2.
Semua simpul pada lapisan ini berperan sebagai fungsi keanggotaan. Dalam
penelitian digunakan fungsi keanggotaan gaussian, sehingga keluaran setiap
simpul pada lapisan ini adalah sebagai berikut.
Lapisan 3.
Setiap simpul pada lapisan ini berfungsi sebagai simpul aturan. Sambungan ke
simpul ini melakukan proses evaluasi bagian premis aturan fuzi. Apabila
digunakan sistem inferensi minimum untuk menentukan kuat penyulutan setiap
aturan, maka keluaran simpul pada lapisan ini adalah.
Lapisan 4.
Setiap simpul pada lapisan ini mempunyai dua ragam operasi, yaitu ragam
transmisi bawah-atas dan ragam transmisi atas-bawah. Pada transmisi bawah-atas,
sambungan ke lapisan 4 melakukan operasi OR untuk menggabungkan kuat penyulutan
dari aturan-aturan yang mempunyai konsekuensi yang sama.
Bobot
sambungan pada lapisan ini menyatakan hubungan aturan ke-j dengan peubah
keluaran-i. Bobot pada lapisan ini hanya mempunyai dua nilai, yaitu 0 atau 1.
Pada transmisi atas-bawah, sambungan dari lapisan 5 ke lapisan 4 ini mempunyai
fungsi yang sama dengan sambungan pada lapisan 2.
Lapisan 5.
Lapisan ini juga mempunyai dua ragam operasi. Ragam atas-bawah untuk memasukan
data pelatihan ke dalam jaringan dengan keluaran simpul adalah Oi5 = yi,
dengan yi adalah data pelatihan. Pada ragam bawah-atas simpul melakukan
transmisi untuk menghasilkan sinyal keluaran hasil inferensi. Simpul ini dapat
dikatakan sebagai defuzzifier dengan metode pusat luas (center of area).
Keluaran simpul pada lapisan ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
III.
Optimalisasi Jaringan dengan Algoritma Genetik Multiresolusi
Ada
tiga tahapan dalam proses pembelajaran jaringan neuro-fuzzy ini yaitu berupa
inisialisasi nilai pusat dan varian fungsi keanggotaan, pembangkitan aturan,
dan yang terakhir optimisasi fungsi keanggotaan. Masing-masing tahapan
dijelaskan sebagai berikut :
A.
Tahap pertama : inisialisasi nilai pusat dan varian fungsi keanggotaan
Untuk
menginisialisasi nilai pusat dan varian digunakan metode penskalaan linier.
Nilai pusat dicari dengan cara mencari terlebih dahulu nilai maksimum dan
minimum pasangan data pelatihan kemudian dibagi secara proporsional sebanyak
jumlah fungsi keanggotaan yang
diinginkan
sedangkan nilai varian dicari dengan membagi jarak antar dua nilai pusat dengan
suatu bilangan yang lebih besar 1 (dalam penelitian ini digunakan nilai 1,8).
B.
Tahap kedua : membangkitkan aturan fuzzy
Model
jaringan neuro-fuzzy di atas membutuhkan basis aturan dalam proses
inferensinya. Aturan diekstrak tidak dari informasi seorang ahli tetapi dari
pasangan data masukan-keluaran dengan agoritma derajat kesesuaian maksimum
(maximum matching factor algorithm ). Algoritma ini dikemukakan pertama kali
oleh Faraq [Faraq,1998]. Algoritma derajat kesesuaian maksimum (ADKM) terdiri
dari beberapa langkah sebagai berikut :
C.
Tahap ketiga : optimisasi dengan algoritma genetik multiresolusi
Gagasan AGM
pertamakali dikemukakan oleh Faraq [Faraq,1998]. AGM bekerja seperti algoritma
genetik konvensional tetapi dengan penambahan kemampuan mengembang-kempiskan
ruang pencarian (search space). AGM menggunakan kromosom/deret berupa
integer-desimal untuk mengkodekan perbaikan parameter-parameter jaringan neuro-fuzzy.
Setiap gen (alelle) memiliki nilai integer antara 1-9 ([ 1 2 … 8 9]). Jumlah
alelle ditentukan dari jumlah total parameter fungsi keanggotaan peubah masukan
dan keluaran. Jadi, akan digunakan n1 + n2 + n3 = n4 fungsi
keanggotaan. Setiap fungsi keanggotaan (semisal dipilih gaussian) dihitung
jumlah parameternya dan dikalikan n4 untuk memperoleh jumlah allele.
Karena parameter pada fungsi gaussian ada 2 yaitu pusat (m) dan varian (σ),
maka tiap deret terdiri dari 2 x n4 alelle. Parameter AGM adalah
jumlah populasi (pop), peluang persilangan dan mutasi (Pp dan Pm),
offset pusat dan varian (δm dan δ), faktor penyusutan offset (Tmσ), dan
parameter resolusi (r). Prosedur atau cara kerja selengkapnya dari AGM adalah
sebagai berikut :
IV.
Simulasi
Untuk
menguji kinerja AGM maka dibuat simulasi identifikasi sistem nonlinier dengan
menggunakan perangkat lunak MATLAB versi 5.3. Sistem nonlinier yang akan
diidentifikasi berupa sistem orde dua dengan persamaan matematis sebagai
berikut :
Bagian
yang akan diidentifikasi adalah fungsi f yang merupakan persamaan matematis
nonlinier. Proses identifikasi dilakukan dengan metode seri-pararel seperti
terlihat dalam diagram blok proses identifikasi di bawah ini :
Gambar
3. Diagram blok proses identifikasi
Data
pembelajaran berupa sinyal acak sebanyak 500 pasang data pelatihan dengan
rentang nilai [-2 2] sedangkan variabel masukan yang dipilih adalah y(k) dan y(k-1).
Tabel 1. Parameter jaringan neuro-fuzzy dan AGM
Dengan
memberikan nilai parameter jaringan dan parameter AGM seperti dalam tabel 1,
diperoleh hasil pembelajaran sebagai berikut : nilai mse (mean square error)
pembelajaran setelah tahap kedua sebasar 0,0422 dan nilai mse setelah
optimisasi dengan AGM (tahap ketiga) menjadi 0.00337. Setelah selesai tahap
pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan menguji model. Pengujian dilakukan
dengan memasukan sinyal uji u(k) = 1,2 cos(2πk/100) untuk k ≤ 200, dan u(k) =
1,5 sin(2πk/20) untuk 200 < k ≤ 500. Nilai mse hasil pengujian adalah
0.0081. Hasil ini menunjukan bahwa AGM mampu bekerja dengan baik dalam mengoptimalkan
jaringan neuro-fuzzy untuk identifikasi sistem nonlinier.
Gambar 4. (a) mse pembelajaran dengan AGM (b) pengujian
Pengaruh
parameter resolusi (r) terhadap kinerja AGM dapat diamati dengan cara mencoba
berbagai nilai parameter. Grafik mse pembelajaran untuk nilai r=50, r=100,
r=150, r=200 dan r=: dapat dilihat dalam gambar 5. AGM dengan nilai r= :
berarti tidak ada proses perubahan resolusi. Dari gambar tersebut terlihat
bahwa untuk r=50, r=100, dan r=20 memiliki mse yang lebih baik dibanding r=:,
tetapi sebaliknya untuk r=150 memiliki mse yang lebih besar. Hal ini menandakan
bahwa algoritma genetik dengan perubahan resolusi (mengembang-kempiskan ruang
pencarian) berpeluang besar memiliki kinerja yang lebih baik bila dibanding
dengan AG tanpa perubahan resolusi. Sedangkan untuk kasus r=150, hal tersebut
dapat terjadi dikarenakan AG bekerja secara stokastik.
Gambar 5. Perbandingan unjuk
kerja untuk berbagai nilai parameter resolusi
Untuk tujuan
perbandingan, model sistem non linier yang sama telah dicobakan untuk
diidentifikasi dengan model jaringan neuro-fuzi yang lain yaitu dengan RFuNN (Recurrent
Fuzzy Neural Networks), FuNN (Fuzzy Neural Networks), dan ANFIS orde 1. Setelah
dilatih sebanyak 300 kali pelatihan, RFuNN dan FuNN masing-masing memberikan
mse sebesar 0,0346 dan 0.06376 [Trenindya,2002]. Sedangkan untuk ANFIS orde 1
dengan algoritma hybrid memberikan mse sebesar 8,9 x 10-5.
Perbandingan kinerja AGM dibandingkan dengan model jaringan neuro-fuzi yang
lain selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.
Tabel 2. Perbandingan AGM dengan algoritma lain
V. Kesimpulan
Berdasarkan simulasi dapat disimpulkan bahwa
AGM dapat bekerja dengan baik untuk permasalahan optimisasi dengan jumlah
variabel yang besar. Hal ini ditandai dengan perbaikan nilai mse pembelajaran
yang signifikan pada jaringan neuro-fuzzy ketika AGM diterapkan dari 0.0422
menjadi 0.00337. Penerapan ruang pencarian secara dinamis (multiresolusi) pada
algoritma genetik terbukti dapat meningkatkan peluang memperoleh solusi yang
lebih baik.
No comments:
Post a Comment