Pembahasan
metode psor pada pencarian distribusi suhu benda padat 3 dimensi keadaan tunak.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menentukan
metode beda-hingga terbaik dalam pencarian distribusi ssuhu pada benda padat 3
dimensi keadaan tunak (2) menentukan pengaruh parameter relaksasi dari metode
PSOR terhadap jumlah iterasi dan kecepatan penyelesaian dalam pencarian
distribusi suhu pada benda padat 3 dimensi keadaan tunak. Model matematik yang
ditinjau merupakan persamaan Laplace 3 dimensi. Benda uji berbentuk kubus
dengan ukuran (imax, jmax, kmax)=(21,21,21). Dengan kondisi batas : Dirichlet
untuk semua dinding benda uji. Pengujian pertama dilakukan dengan memvariasikan
kondisi batas dan kondisi awal perhitungan. Sebagai wakil, dipilih titik-tengah
benda uji untuk dianalisis. Sedangkan pengujian kedua, dilakukan dengan
memvariasikan harga parameter relaksasi dari metode PSOR untuk berbagai kondisi
batas dan suhu awal perhitungan. Hasil penelitian memperlihatkan : (1) Metode
PSOR menghasilkan jumlah iterasi paling sedikit dan mempunyai kecepatan
penyelesaian paling tinggi dibandingkan metode Jacobi dan PGS (2) Pemilihan
harga parameter relaksasi yang tepat dari metode PSOR akan menghasilkan jumlah
iterasi dan kecepatan penyelesaian. Pada penelitian ini untuk harga parameter
relaksasi ω = 1,7-1,8 menghasilkan
kecepatan penyelesaian yang tinggi.
Kata
Kunci : metode beda hingga, metode PSOR, Metode Jacobi, metode PGS,
parameter relaksasi
1.
Pendahuluan
Pencarian distribusi suhu pada
benda padat 2 dimensi (2D) keadaan tunak tanpa pembangkitan energi dan dengan
asumsi sifat bahan tidak berubah terhadap perubahan suhu, dapat dicari dengan
cara menyelesaikan persamaan Laplace 2D. Hasil penelitian yang telah dilakukan
dengan metode komputasi numerik beda-hingga (Klaus A. Hoffmann, 1987),
diperoleh kesimpulan
: metode PSOR mampu memberikan jumlah iterasi yang sedikit dibandingkan dengan metode PGS maupun metode LGS. Diperoleh juga bahwa kecepatan penyelesaian metode PSOR lebih tinggi dibandingkan dengan metode PGS dan LGS. Tabel 1 memperlihatkan data-data hasil penelitian tersebut. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti lain (Purwadi PK, 1999), mendukung kesimpulan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
: metode PSOR mampu memberikan jumlah iterasi yang sedikit dibandingkan dengan metode PGS maupun metode LGS. Diperoleh juga bahwa kecepatan penyelesaian metode PSOR lebih tinggi dibandingkan dengan metode PGS dan LGS. Tabel 1 memperlihatkan data-data hasil penelitian tersebut. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti lain (Purwadi PK, 1999), mendukung kesimpulan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 1 : Jumlah
iterasi dan waktu komputasi untuk berbagai metode
No
|
Metode
|
Jumlah
Iterasi
|
Waktu
Penyelesaian (detik)
|
1
|
Point
Gauss Seidel (PGS)
|
574
|
5,524
|
2
|
Line
Gauss Seidel (LGS)
|
308
|
7,196
|
3
|
Point
Over Succesive Relaxation (PSOR)
|
52
|
1,08
|
Catatan : 1. Ukuran
penampang benda 2D : 1 inch x 2 inch
2. Kondisi batas : y=0 T=100 oC, x =
0 T=0 oC,
y = 2 inc T 0 oC dan x = 1 inc T= 0 oC
Tabel 2 : Jumlah
iterasi berbagai metode
No
|
Metode
|
Jumlah
Iterasi
|
1
|
Jacobi
|
243
|
2
|
Point
Gauss Seidel (PGS)
|
123
|
3
|
Line
Gauss Seidel (LGS)
|
65
|
4
|
Point
Over Succesive Relaxation (PSOR), w = 1,57
|
24
|
Catatan : 1. imax x
jmax = 10 x 16, Δx = Δy
2. Semua kondisi batas, bersuhu =
100 oC,
suhu awal perhitungan : 10 oC
Untuk
kasus 3D keadaan tunak tanpa sumber pembangkitan energi di dalam sistem/benda
(dikenal dengan persamaan Laplace 3D), penyelesaian dengan metode beda-hingga
belum banyak diulas. Beberapa buku seperti yang ditulis Chung Yau Lam (1994)
dan Frank Kreith (1991), mengulas tidak begitu dalam. Chung Yau Lam hanya
menampilkan persamaan Laplace 3D dalam persamaan beda hingga cara Jacobi tanpa
penjelasan yang rinci, demikian juga Frank Kreith. Untuk metode PGS, Purwadi
(Medika Teknika, 2001) mengulas lebih detail, dengan disertai hasil penelitian
untuk beberapa kasus dengan variasi kondisi batas dan variasi suhu awal
perhitungan. Kecepatan penyelesaian metode PGS sekitar 2,5x dari metode Jacobi.
Sedangkan jumlah iterasi yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan, metode
Jacobi hampir 2x lebih banyak dari metode PGS (Purwadi PK, 2002)
Dari hasil kedua penelitian untuk
kasus pencarian distribusi suhu pada benda padat 2 dimensi (2D) yang telah
dilakukan di atas, nampak bahwa metode PSOR lebih unggul dari metode lainnya.
Dengan latar belakang tersebut, untuk memperluas pengetahuan yang sudah ada,
dilakukan penelitian terhadap pemakaian metode PSOR dalam pencarian distribusi
suhu pada benda padat 3D keadaan tunak dengan tanpa pembangkitan kalor di dalam
sistem. Pertanyaan penting yang perlu dicarikan jawabannya : (1) Apakah metode
PSOR tersebut masih mempunyai keunggulan seperti ketika diterapkan dalam kasus
2D dibandingkan dengan metode Jacobi maupun PGS ? (2). Bagaimanakah pengaruh
parameter relaksasi ω dari metode PSOR terhadap jumlah iterasi dan kecepatan
penyelesaian ?. Penelitian dilakukan dengan mempergunakan metode PSOR yang
didapat dari pengembangan metode PSOR yang dipakai pada kasus 2D (Klaus A.
Hoffmann,1987).
2.
Batasan Masalah.
Penelitian dilakukan dengan
menyelesaikan model matematik yang sesuai dengan persoalan, yaitu persamaan
Laplace 3D. Benda uji berbentuk kubus dengan ukuran a x a x a. Kondisi batas
untuk semua dindingnya dipilih merupakan kondisi batas Dirichlet. Sifat bahan
homogen dan tidak berubah terhadap perubahan suhu.
3.
Dasar Teori
Penyelesaian persamaan (1) dengan
metode beda hingga, dilakukan dengan menuliskan terlebih dahulu ke dalam bentuk
persamaan beda hingga. Dengan memanfaatkan deret Taylor, persamaan (1) dengan
metode beda hingga dapat didekati dengan persamaan (2) :
Gambar 1 :
Koordinat benda uji
4. Prosedur pencarian distribusi suhu
dengan metode PSOR
Dipilih
benda uji dengan geometri kubus ukuran : 2 cm x 2 cm x 2 cm, atau ukuran :
(imax, jmax, kmax) = (21, 21, 21). Prosedur pengambilan data pada iterasi ke
n+1 dengan metode PSOR, dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Tentukan harga Δx , Δy , Δz. Buat koordinat i,j,k pada
kubus yang bersisi a (dalam hal ini harga a = 2 cm), harga i berjalan dari 1
sampai dengan imax dengan penambahan harga persatuannya sebesar Δx, harga j
berjalan dari 1 sampai jmax dengan penambahan harga persatuannya sebesar Δy dan
z berjalan dari 1 sampai dengan kmax dengan penambahan harga persatuannya
sebesar Δz (lihat Gambar 1).
b. Tentukan suhu pada kondisi batas untuk masing masing sisi kubus
(pada persoalan ini, dipilih kondisi batas Dirichlet), dan tentukan harga
parameter relaksasinya.
c. Dengan mempergunakan persamaan (7), hitung distribusi suhu pada
i = 2,3,4,..,imax-1, pada j=k=2.
d. Lakukan point c, tetapi dengan j yang dinaikkan, j =
3,4,5,…,jmak-1, dengan harga k tetap pada k=2.
e. Lakukan point c dan d berulang ulang tetapi, dengan harga k
yang dinaikkan k = 3,4,5,…, kmak-1.
Pengaruh parameter relaksasi ω terhadap jumlah iterasi dapat
dilihat dengan memvariasikan harganya.
5. Hasil Perhitungan dan Pembahasan
Hasil perhitungan dirangkum dalam tabel 1, tabel 2, tabel 3, tabel
4, tabel 5 dan tabel 6 pada lampiran. Dari tabel 1, 2 dan tabel 3, dapat
dilihat pengaruh variasi pengambilan suhu kondisi batas dan variasi pengambilan
suhu awal perhitungan terhadap jumlah iterasi. Catatan jumlah iterasi tersebut
dimulai dari awal iterasi sampai akhir iterasi ketika keadaan tunak dicapai,
sampai 3 angka dibelakang koma.
Untuk metode yang sama, semakin sedikit jumlah iterasi yang
diperlukan, berarti semakin sedikit waktu perhitungan yang diperlukan untuk
mendapatkan suhu keadaan tunak pada titik yang ditinjau. Masing masing metode
memiliki waktu per-iterasi yang tidak sama, tetapi selisih antara metode yang
satu dengan metode yang lain tidak begitu besar. Karenanya jika misalnya
diperoleh jumlah iterasi sama, maka kecepatan penyelesaiannya tidak sama.
Berdasarkan program yang dibuat peneliti dan berdasarkan beberapa kasus yang
ditinjau, hasil penelitian memperlihatkan perbandingan waktu periterasi rata
rata antara metode Jacobi : PGS : PSOR = 5,680 : 5,244 : 4,870. Dengan demikian
waktu tercepat periterasi dimiliki oleh metode PSOR.
Dari tabel 1 sampai tabel 3 dapat dilihat perbandingan jumlah
iterasi untuk masing masing metode untuk setiap kasus. Metode Jacobi memerlukan
jumlah iterasi sekitar 2x dari metode PGS, dan sekitar 15,5 x dari metode PSOR
(harga ω= 1,8). Kesimpulannya, metode PSOR mempunyai jumlah iterasi paling
sedikit dalam menyelesaikan persoalan. Dengan demikian kecepatan penyelesaian
paling tinggi dimiliki metode PSOR.
Dari tabel 4, 5 dan tabel 6, dapat dilihat pengaruh pengambilan ω
terhadap jumlah iterasi yang dihasilkan metode PSOR. Pengambilan harga
parameter relaksasi yang tepat memungkinkan didapatkannya jumlah iterasi yang
kecil. Pengambilan harga ω = 1,8 kelihatan nampak sangat menguntungkan,
demikian juga untuk ω = 1,7. Bila pengambilan harga ω = 1,1 atau ω = 1,2 meski
juga memberikan iterasi yang lebih kecil dari metode Jacobi dan PGS, ditinjau
dari metode PSOR ternyata memberikan hasil yang tidak begitu menguntungkan.
Dari tabel 1, 2, 3 nampak juga pengaruh pengambilan suhu awal
perhitungan terhadap jumlah iterasi. Bila pengambilan suhu awal perhitungan
tepat, maka jumlah iterasi yang dihasilkan juga sedikit. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa metode PSOR tetap memberikan jumlah iterasi yang paling
sedikit dan waktu penyelesaian yang paling cepat dibandingkan dengan metode
Jacobi dan metode PGS
.
5.
Kesimpulan
a. Metode PSOR menghasilkan jumlah iterasi paling sedikit dan
mempunyai kecepatan penyelesaian paling tinggi dibandingkan metode Jacobi dan
PGS.
b. Pemilihan harga parameter relaksasi yang tepat dari metode PSOR
akan menghasilkan jumlah iterasi dan kecepatan penyelesaian. Untuk harga
parameter relaksasi ω = 1,7-1,8 menghasilkan kecepatan penyelesaian yang
tinggi.
No comments:
Post a Comment