Perencanaan
prasarana wilayah berbasis pada perilaku alamiah tanah dan air. Bencana
banjir di atas krisis kekurangan air bersih merupakan gejala yang sudah mulai
tampak di berbagai daerah terutama di wilayah perkotaan dan sekitarnya.
Kejadian ini dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan permukiman yang
sangat berpengaruh pada kualitas pemenuhan hajat hidup manusia. Salah satu
penyebab terjadinya fenomena ini adalah pembangunan prasarana wilayah yang
tidak memperhatikan aspek perilaku fisik alamiah tanah dan air dalam kaitannya
dengan tata lahan bentang alam.
Building coverage ratio hanya diterapkan di dalam perhitungan
luasan tapak bangunan, tanpa memperhatikan luasan permukaan tanah yang tertutup
oleh prasarana lain seperti perkerasan jalan, saluran drainase perkotaan, dan
trotoar yang mengakibatkan terjadinya limpasan air permukaan ( direct runoff )
di satu sisi dan krisis resapan air di sisi lain. Penataan kawasan industri
serta pengendalian kualitas lingkungan akibat pengurasan besar-besaran air
tanah yang disertai pembuangan limbah industri memperparah kerusakan kualitas
lingkungan ini.
Hajat hidup manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan prasarana
yang sangat bergantung pada lahan bentang alam. Oleh karena itu
prasarana
wilayah harus direncanakan secara arif dan optimal.
Perencanaan
prasarana wilayah yang optimal dapat membantu menekan biaya konstruksi, serta
biaya pemulihan kualitas lingkungan tanpa mengabaikan aspek ekonomis yang
selalu dikedepankan oleh para penentu keputusan.
Kata
kunci : perencanaan, prasarana wilayah, tanah, air.
Pendahuluan
Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi
itu pada mulanya bersatu, kemudian Kami pisahkan kedua-duanya. Dan Kami jadikan
semua kehidupan itu dari air. Maka mengapakah mereka tiada beriman juga. (Q.S.
Al-Anbiya, ayat 30 ).
Banjir Jakarta pada awal tahun 2002 menelan korban 365.435 orang
mengungsi, 35.600 orang terserang penyakit, dan 64 orang meninggal dunia.
Peristiwa ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah Sang Maha Bijaksana
dibandingkan kehebatan alam fikir manusia sebagai pengelola alam binaan ini.
Anehnya,
justru pada era informasi yang syarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terjadi bencana banjir di sebuah metropolitan yang menelan korban
jiwa lebih besar dari pada korban letusan gunung berapi Papandayan pada tahun
ini juga. Padahal metropolitan itu direncanakan oleh para perencana dan
perancang kaliber dunia dengan biaya yang besar.
Pasca
bencana banjir Jakarta banyak pakar melakukan studi dan kajian-kajian evaluasi
terhadap bencana, padahal setiap tahap pembangunan metropolitan itu tentunya
sudah mengikuti kaidah-kaidah perencanaan dan perancangan yang matang, yang
juga meliputi studi kelayakan serta analisis dampak lingkungan.
Penurunan
tinggi muka air tanah di wilayah cekungan Bandung dan sekitarnya yang
mengakibatkan terjadinya penurunan tanah dengan kecepatan rata-rata 2,1
cm/tahun sampai 21,1 cm/tahun merupakan suatu fenomena yang dapat mengakibatkan
terjadinya bencana berupa kegagalan fungsi bangunan. Kajian tentang air tanah
menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya penurunan tanah itu adalah
penurunan muka air tanah akibat eksploitasi air tanah secara tak terkendali
untuk keperluan industri dan rumah tangga. (Abidin, 2000).
Sementara
itu, pada musim hujan sering sekali terjadi fenomena banjir di atas kekurangan
air bersih.
Genangan
air di samping saluran drainase yang kosong, sering pula terjadi di berbagai
bagian kota.
Fenomena
lain yang terjadi di berbagai wilayah adalah masalah transportasi. Kemacetan
lalu lintas sudah mulai terjadi di berbagai bagian kota. Di beberapa tempat,
pembangunan jalan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan lalu lintas. Penataan
ruang wilayah yang tidak konsisten akan menyebabkan pertumbuhan lalu lintas
yang sangat sulit diprediksi.
Berbagai contoh kejadian di atas jelas akan mengganggu kenyamanan,
bahkan akan berakibat pada penurunan kualitas kehidupan manusia. Dana pemulihan
kualitas kehidupan akan sangat besar, dan itu pun tidak menjamin akan dapat
memulihkan kualitas kehidupan seperti sediakala.
Permasalahan
Pada
abad yang sering disebut era globalisasi dan teknologi informasi, diperkirakan
akan penuh kejutan, ketidakpastian, serta berbagai hal yang tidak terduga. Di
dalam bidang penataan wilayah dan kota juga bermunculan berbagai pandangan
serta prakiraan yang sangat menarik.
Doxiadis
pernah meramal bahwa kota-kota akan tumbuh dan membengkak semakin besar,
semakin luas dan sulit dikendalikan.
Polis
( kota ) akan berkembang menjadi metropolis ( kota raya ). Metropolis
akan tumbuh menjadi megapolis ( kota mega ). Megapolis akan
berkembang menjadi ecumenopolis ( kota dunia ). Namun demikian, jika
kita tidak berhati-hati ecumenopolis itu dapat berakhir pada necropolis (
kota mayat ).
Kejadian
bencana banjir Jakarta merupakan suatu contoh kelumpuhan suatu metropolis. yang
dapat dijadikan pelajaran bagi para perencana dan perancang tata ruang wilayah
beserta perancang prasarana pendukungnya.
Tanah
dan Air Sebagai Basis Perencanaan.
Perilaku
alamiah lahan bentang alam dan air sebagai sumber kehidupan sering diabaikan di
dalam proses perencanaan tata ruang wilayah. Kajian tentang tanah dan air
sering hanya dijadikan pelengkap pada bagian akhir analisis dampak lingkungan.
Banjir
Jakarta merupakan satu contoh betapa besar biaya untuk memulihkan kualitas
kehidupan, jika dibandingkan dengan parameter ekonomi yang sangat syarat dengan
ketidakpastian.
Pendekatan
para perencana tata ruang wilayah sering terpaku pada penciptaan technopolis
( kota yang tercipta melalui dominasi teknolog ), profitopolis (
kota yang tercipta melalui dominasi pengusaha ), marxopolis ( kota yang
didominasi oleh para penguasa ), ecopolis ( kota yang tercipta dari
kalangan pakar lingkungan ), atau humanopolis ( kota yang ditentukan
sendiri oleh warganya). Pendekatan perencanaan kota berkelanjutan
mengisyaratkan bahwa perpaduan antara ecopolis, humanopolis, dan technopolis
merupakan pendekatan yang paling tepat. Namun demikian masih terdapat pendapat
bahwa ecopolis dikaitkan hanya dengan lingkungan dalam konteks suasana alam,
serta keindahan budaya.
Penataan
wilayah pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya alam
sehingga dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup manusia. Tanah dan air
merupakan unsur utama dari sumber daya alam. Sebagai sumber daya alam, tanah
dan air memiliki potensi sesuai dengan sifat atau perilaku alamiahnya.
Sesuai sifat alamiahnya, terdapat jenis-jenis tanah subur yang
sangat potensial untuk bercocok tanam, namun demikian ada yang tandus dengan
potensi alamiahnya yang dapat dimanfaatkan untuk lahan industri, permukiman,
konservasi, atau kepentingan lain. Penataan wilayah hendaknya memperhatikan
potensi tanah sesuai sifat alamiahnya.
Tanpa
memperhatikan perilaku alamiah tanah, maka penataan wilayah akan memerlukan
biaya yang sangat besar, bahkan pemborosan dana pembangunan. Pembangunan
kawasan industri, dan permukiman di atas lahan persawahan di berbagai daerah di
pulau Jawa telah mengakibatkan pemborosan dana untuk pembangunan lahan baru
pertanian di tempat lain lengkap beserta prasarana jaringan pengairan dan
prasarana pendukung lainnya, serta perusakan jaringan pengairan pada daerah
bekas persawahan yang dijadikan kawasan industri atau permukiman tersebut.
Untuk kawasan konservasi,
pembangunan perumahan, industri, dan atau prasarana lain yang menyebabkan
tertutupnya permukaan tanah dengan material kedap air jelas akan berdampak pada
pengurangan resapan air yang akan menyebabkan penurunan muka air tanah di satu
sisi, dan akan memperbesar limpasan air permukaan/larian ( direct runoff ),
yang akan menimbulkan banjir di daerah yang lebih rendah.
Air memiliki sifat alamiah yang dapat memberikan daya positif dan
juga daya negatif bagi kehidupan. Daya positif air perlu dimanfaatkan dan
dikembangkan, sedangkan daya negatif berupa bencana perlu diperhitungkan.
Pembangunan sarana dan prasarana wilayah, seperti gedung, jalan dan saluran
drainasenya sering mengabaikan perilaku air.
Pembuatan saluran drainase jalan dengan menggunakan lapisan
penutup kedap air akhir-akhir ini dianggap sebagai cara yang paling baik untuk
mengatasi drainase jalan. Namun tanpa disadari ternyata sebenarnya cara yang
demikian itu akan mengurangi resapan air di satu sisi, dan memperbesar limpasan
air permukaan di sisi lain. Dengan demikian maka jika terjadi turun hujan, maka
air akan segera melimpas dan dapat mengakibatkan genangan air atau banjir di
dataran yang lebih rendah. Kejadian seperti ini akan lebih parah jika trotoar
jalan, bahkan halaman rumah di kiri kanan jalan dilapis dengan lapisan kedap
air.
Pembuatan saluran tanah dengan lapisan tanaman rumput, jikan
dipelihara dan dirawat secara baik akan dapat berfungsi sebagai saluran
sekaligus berfungsi sebagai resapan.
Sungai atau saluran di dalam kota perlu dikembangkan sebagai
saluran sekaligus resapan.
Definisi Koefisien Lantai
Dasar Bangunan ( Building Coverage Ratio ) yang sering ditetapkan di
dalam peraturan daerah dalam rangka pengendalian resapan air perlu dipertegas,
mengingat faktor yang mempengaruhi limpasan air adalah luasan tanah yang
tertutup material kedap air. Dengan demikian pembuatan perkerasan pada halaman
bangunan gedung juga perlu diperhitungkan sebagai luas bangunan penutup tanah.
Perilaku tanah dan air yang
sangat potensial di dalam menyangga hajat hidup manusia jika dikembangkan
sebagai landasan utama di dalam menyusun tata ruang wilayah beserta sarana dan
prasarananya, akan dapat menekan biaya konstruksi dan biaya pemulihan kualitas
lingkungan sebagai dampak negatif yang timbul karena sifat alamiahnya.
Penutup
Pembangunan prasarana bukan harus yang mahal. Dengan memperhatikan
perilaku alamiah tanah dan air sebagai basis perencanaan wilayah dan
perancangan sarana prasarananya, biaya pemulihan kualitas lingkungan sebagai
dampak negatif bencana dapat ditekan.
John
Ormssbee Simonds mengingatkan kepada kita untuk lebih berhati-hati dalam
mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Dalam bukunya yang berjudul
Earthspace (1986).
diperingatkan
bahwa para pengelola kota bersama-sama kalangan pengusaha, dan masyarakat luas
sedang bersama-sama melakukan ecological suicide.
No comments:
Post a Comment