Tuesday 29 December 2015

Perencanaan prasarana wilayah berbasis pada perilaku alamiah tanah dan air

Perencanaan prasarana wilayah berbasis pada perilaku alamiah tanah dan air. Bencana banjir di atas krisis kekurangan air bersih merupakan gejala yang sudah mulai tampak di berbagai daerah terutama di wilayah perkotaan dan sekitarnya. Kejadian ini dapat berdampak pada penurunan kualitas lingkungan permukiman yang sangat berpengaruh pada kualitas pemenuhan hajat hidup manusia. Salah satu penyebab terjadinya fenomena ini adalah pembangunan prasarana wilayah yang tidak memperhatikan aspek perilaku fisik alamiah tanah dan air dalam kaitannya dengan tata lahan bentang alam.
Building coverage ratio hanya diterapkan di dalam perhitungan luasan tapak bangunan, tanpa memperhatikan luasan permukaan tanah yang tertutup oleh prasarana lain seperti perkerasan jalan, saluran drainase perkotaan, dan trotoar yang mengakibatkan terjadinya limpasan air permukaan ( direct runoff ) di satu sisi dan krisis resapan air di sisi lain. Penataan kawasan industri serta pengendalian kualitas lingkungan akibat pengurasan besar-besaran air tanah yang disertai pembuangan limbah industri memperparah kerusakan kualitas lingkungan ini.
Hajat hidup manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan prasarana yang sangat bergantung pada lahan bentang alam. Oleh karena itu
prasarana wilayah harus direncanakan secara arif dan optimal.
Perencanaan prasarana wilayah yang optimal dapat membantu menekan biaya konstruksi, serta biaya pemulihan kualitas lingkungan tanpa mengabaikan aspek ekonomis yang selalu dikedepankan oleh para penentu keputusan.
Kata kunci : perencanaan, prasarana wilayah, tanah, air.

Pendahuluan
Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu pada mulanya bersatu, kemudian Kami pisahkan kedua-duanya. Dan Kami jadikan semua kehidupan itu dari air. Maka mengapakah mereka tiada beriman juga. (Q.S. Al-Anbiya, ayat 30 ).
Banjir Jakarta pada awal tahun 2002 menelan korban 365.435 orang mengungsi, 35.600 orang terserang penyakit, dan 64 orang meninggal dunia. Peristiwa ini menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah Sang Maha Bijaksana dibandingkan kehebatan alam fikir manusia sebagai pengelola alam binaan ini.
Anehnya, justru pada era informasi yang syarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi bencana banjir di sebuah metropolitan yang menelan korban jiwa lebih besar dari pada korban letusan gunung berapi Papandayan pada tahun ini juga. Padahal metropolitan itu direncanakan oleh para perencana dan perancang kaliber dunia dengan biaya yang besar.
Pasca bencana banjir Jakarta banyak pakar melakukan studi dan kajian-kajian evaluasi terhadap bencana, padahal setiap tahap pembangunan metropolitan itu tentunya sudah mengikuti kaidah-kaidah perencanaan dan perancangan yang matang, yang juga meliputi studi kelayakan serta analisis dampak lingkungan.
Penurunan tinggi muka air tanah di wilayah cekungan Bandung dan sekitarnya yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah dengan kecepatan rata-rata 2,1 cm/tahun sampai 21,1 cm/tahun merupakan suatu fenomena yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana berupa kegagalan fungsi bangunan. Kajian tentang air tanah menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya penurunan tanah itu adalah penurunan muka air tanah akibat eksploitasi air tanah secara tak terkendali untuk keperluan industri dan rumah tangga. (Abidin, 2000).
Sementara itu, pada musim hujan sering sekali terjadi fenomena banjir di atas kekurangan air bersih.
Genangan air di samping saluran drainase yang kosong, sering pula terjadi di berbagai bagian kota.
Fenomena lain yang terjadi di berbagai wilayah adalah masalah transportasi. Kemacetan lalu lintas sudah mulai terjadi di berbagai bagian kota. Di beberapa tempat, pembangunan jalan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan lalu lintas. Penataan ruang wilayah yang tidak konsisten akan menyebabkan pertumbuhan lalu lintas yang sangat sulit diprediksi.
Berbagai contoh kejadian di atas jelas akan mengganggu kenyamanan, bahkan akan berakibat pada penurunan kualitas kehidupan manusia. Dana pemulihan kualitas kehidupan akan sangat besar, dan itu pun tidak menjamin akan dapat memulihkan kualitas kehidupan seperti sediakala.

Permasalahan
Pada abad yang sering disebut era globalisasi dan teknologi informasi, diperkirakan akan penuh kejutan, ketidakpastian, serta berbagai hal yang tidak terduga. Di dalam bidang penataan wilayah dan kota juga bermunculan berbagai pandangan serta prakiraan yang sangat menarik.
Doxiadis pernah meramal bahwa kota-kota akan tumbuh dan membengkak semakin besar, semakin luas dan sulit dikendalikan.
Polis ( kota ) akan berkembang menjadi metropolis ( kota raya ). Metropolis akan tumbuh menjadi megapolis ( kota mega ). Megapolis akan berkembang menjadi ecumenopolis ( kota dunia ). Namun demikian, jika kita tidak berhati-hati ecumenopolis itu dapat berakhir pada necropolis ( kota mayat ).
Kejadian bencana banjir Jakarta merupakan suatu contoh kelumpuhan suatu metropolis. yang dapat dijadikan pelajaran bagi para perencana dan perancang tata ruang wilayah beserta perancang prasarana pendukungnya.

Tanah dan Air Sebagai Basis Perencanaan.
Perilaku alamiah lahan bentang alam dan air sebagai sumber kehidupan sering diabaikan di dalam proses perencanaan tata ruang wilayah. Kajian tentang tanah dan air sering hanya dijadikan pelengkap pada bagian akhir analisis dampak lingkungan.
Banjir Jakarta merupakan satu contoh betapa besar biaya untuk memulihkan kualitas kehidupan, jika dibandingkan dengan parameter ekonomi yang sangat syarat dengan ketidakpastian.
Pendekatan para perencana tata ruang wilayah sering terpaku pada penciptaan technopolis ( kota yang tercipta melalui dominasi teknolog ), profitopolis ( kota yang tercipta melalui dominasi pengusaha ), marxopolis ( kota yang didominasi oleh para penguasa ), ecopolis ( kota yang tercipta dari kalangan pakar lingkungan ), atau humanopolis ( kota yang ditentukan sendiri oleh warganya). Pendekatan perencanaan kota berkelanjutan mengisyaratkan bahwa perpaduan antara ecopolis, humanopolis, dan technopolis merupakan pendekatan yang paling tepat. Namun demikian masih terdapat pendapat bahwa ecopolis dikaitkan hanya dengan lingkungan dalam konteks suasana alam, serta keindahan budaya.
Penataan wilayah pada dasarnya merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya alam sehingga dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup manusia. Tanah dan air merupakan unsur utama dari sumber daya alam. Sebagai sumber daya alam, tanah dan air memiliki potensi sesuai dengan sifat atau perilaku alamiahnya.
Sesuai sifat alamiahnya, terdapat jenis-jenis tanah subur yang sangat potensial untuk bercocok tanam, namun demikian ada yang tandus dengan potensi alamiahnya yang dapat dimanfaatkan untuk lahan industri, permukiman, konservasi, atau kepentingan lain. Penataan wilayah hendaknya memperhatikan potensi tanah sesuai sifat alamiahnya.
Tanpa memperhatikan perilaku alamiah tanah, maka penataan wilayah akan memerlukan biaya yang sangat besar, bahkan pemborosan dana pembangunan. Pembangunan kawasan industri, dan permukiman di atas lahan persawahan di berbagai daerah di pulau Jawa telah mengakibatkan pemborosan dana untuk pembangunan lahan baru pertanian di tempat lain lengkap beserta prasarana jaringan pengairan dan prasarana pendukung lainnya, serta perusakan jaringan pengairan pada daerah bekas persawahan yang dijadikan kawasan industri atau permukiman tersebut.
Untuk kawasan konservasi, pembangunan perumahan, industri, dan atau prasarana lain yang menyebabkan tertutupnya permukaan tanah dengan material kedap air jelas akan berdampak pada pengurangan resapan air yang akan menyebabkan penurunan muka air tanah di satu sisi, dan akan memperbesar limpasan air permukaan/larian ( direct runoff ), yang akan menimbulkan banjir di daerah yang lebih rendah.
Air memiliki sifat alamiah yang dapat memberikan daya positif dan juga daya negatif bagi kehidupan. Daya positif air perlu dimanfaatkan dan dikembangkan, sedangkan daya negatif berupa bencana perlu diperhitungkan. Pembangunan sarana dan prasarana wilayah, seperti gedung, jalan dan saluran drainasenya sering mengabaikan perilaku air.
Pembuatan saluran drainase jalan dengan menggunakan lapisan penutup kedap air akhir-akhir ini dianggap sebagai cara yang paling baik untuk mengatasi drainase jalan. Namun tanpa disadari ternyata sebenarnya cara yang demikian itu akan mengurangi resapan air di satu sisi, dan memperbesar limpasan air permukaan di sisi lain. Dengan demikian maka jika terjadi turun hujan, maka air akan segera melimpas dan dapat mengakibatkan genangan air atau banjir di dataran yang lebih rendah. Kejadian seperti ini akan lebih parah jika trotoar jalan, bahkan halaman rumah di kiri kanan jalan dilapis dengan lapisan kedap air.
Pembuatan saluran tanah dengan lapisan tanaman rumput, jikan dipelihara dan dirawat secara baik akan dapat berfungsi sebagai saluran sekaligus berfungsi sebagai resapan.
Sungai atau saluran di dalam kota perlu dikembangkan sebagai saluran sekaligus resapan.
Definisi Koefisien Lantai Dasar Bangunan ( Building Coverage Ratio ) yang sering ditetapkan di dalam peraturan daerah dalam rangka pengendalian resapan air perlu dipertegas, mengingat faktor yang mempengaruhi limpasan air adalah luasan tanah yang tertutup material kedap air. Dengan demikian pembuatan perkerasan pada halaman bangunan gedung juga perlu diperhitungkan sebagai luas bangunan penutup tanah.
Perilaku tanah dan air yang sangat potensial di dalam menyangga hajat hidup manusia jika dikembangkan sebagai landasan utama di dalam menyusun tata ruang wilayah beserta sarana dan prasarananya, akan dapat menekan biaya konstruksi dan biaya pemulihan kualitas lingkungan sebagai dampak negatif yang timbul karena sifat alamiahnya.

Penutup
Pembangunan prasarana bukan harus yang mahal. Dengan memperhatikan perilaku alamiah tanah dan air sebagai basis perencanaan wilayah dan perancangan sarana prasarananya, biaya pemulihan kualitas lingkungan sebagai dampak negatif bencana dapat ditekan.
John Ormssbee Simonds mengingatkan kepada kita untuk lebih berhati-hati dalam mengelola kota dan lingkungan binaan manusia. Dalam bukunya yang berjudul Earthspace (1986).

diperingatkan bahwa para pengelola kota bersama-sama kalangan pengusaha, dan masyarakat luas sedang bersama-sama melakukan ecological suicide.

No comments:

Post a Comment